Sunday, March 21, 2021

Perubahan dan Kebangkitan Pendidikan

Rubrik SWARA harian SOLOPOS 21/3/21

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Perubahan cara dan sistem perjuangan para pejuang nasional ditandai sebuah peristiwa. Perubahan itu menjadi titik tonggak status guna mencapai tujuan yang dicita-citakan. Maka dalam pelajaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia dikenal dengan masa perintis (1908), penegas (1928) dan pendobrak (1945). Demikian halnya adanya pandemi covid-19, juga terjadi perubahan yang signifikan dalam pendidikan.

Bila kita melihat kembali kejadian seratus duabelas (112) tahun yang lalu, tepatnya 20 Mei 1908 (berdirinya organisasi modern Budi Utomo). Para mahasiswa kedokteran “stovia “ dibawah pimpinan dr. Sutomo, berusaha melakukan perubahan, mendorong rasa nasional, bangkit melawan menjajah dengan mendirikan organisasi modern. Perubahan sistem perjuangan pergerakan nasional dengan meninggalkan kontak fisik (senjata) dan sporadis perlawananya. Melainkan dengan perubahan strategi melalui organisasi modern, berdiplomasi tanpa kontak fisik persenjataan.



Era penjajahan fisik, mendoktrinkan bahwa kaum pribumi tidak mungkin bisa bergerak, maju tanpa intervensi pihak asing (penjajah). Namun hal itu bisa dimentahkan sejak munculnya berbagai organisasi pergerakan nasional. Perjuangab demi memerdekakan diri dan mengubah pola pikir untuk mampu bergerak maju dan mandiri. Dengan berbagai strategi dan diplomasi tanpa pertumpahan darah berarti.

Sekarang penjajahan yang ada di sekitar kita dengan melawan kemiskinan, ketidak adilan, persamaan derajat, harga diri dan ketidak adilan dalam bidang pendidikan. Dibutuhkan kebangkitan pendidikan nasional agar mampu bersaing dalam kancah global. Harapannya meningkatkan peradaban, pendidikan merupakan yang menjadi fokus dari perubahan itu sendiri.

Pasalnya selama bertahun-tahun, mutu pendidikan Indonesia tidak beranjak maju. Dalam laporan UNESCO soal pencapaian target Education for All 2015, misalnya, posisi Indonesia berada jauh di bawah Malaysia. Padahal, sejak akhir tahun 1960 sampai tahun 1970an, Malaysia justru belajar mengelola pendidikan dari Indonesia. Sekarang justru terbalik dengan kemajuan pendidikan di Malaysia jauh lebih tinggi.

Pendidikan di Malaysia berkiblat kepada negara Inggris karena memang dulu negara jajahannya. Menurut Indra Djati Sidi, di Malaysia dalam penyelenggaraan pendidikan nasional masa depan, perhatian perbaikan sistem pendidikan nasional ditujukan pada aspek-aspek kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, tenaga kependidikan, manajemen pendidikan dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Perubahan dan bangkit

Sebuah kebangkitan dan perubahan yang disemangati oleh perjuangan Budi Utomo. Menjadikan kita harus tetap semangat membangun nasionalisme dan patriotisme pendidikan agar menjadi bangsa yang maju, berdaya saing, bermartabat, andiri, sejahtera dan berkompetisi. Menurut Jhon Dewey (2003: 69) menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.

Melihat berbagai persoalan yang masih mendera sebuah perubahan pendidikan melalui kebangkitan menjadi kehendak bersama. Momentum kebangkitan nasional dapat sebagai penanda era perubahan mendasar. Karena berani bangkit sejak adanya perubahan sistem pembelajaran karena pandemi covid-19. Perubahan dan bangkitnya pendidikan naskional sudah mulai berubah dengan sistem pembelajaran berdasarkan work from home (WFH). Seperti ditegaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena itu perkembangan zaman dan kemajuan yang pesat di segala bidang termasuk pendidikan. Dengan tidak mengabaikan budaya lokal, meski sistem, cara dan perilakunya berubah. Budaya lokal dapat menanggulangi dan memupuk rasa kebangsaan ditengah perubahan pendidikan saat pandemi covid-19. Peran stakeholder serta seluruh masyarakat sangat diharapkan. Untuk itu, tatap diperlukan rasa kebangsaan yang tinggi agar Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya semboyan yang menjadi slogan belaka, tetapi benar-benar dapat menjiwai perilaku seluruh rakyat Indonesia. (Herni Susanti. 2014)

Realitanya berbagai kebijakan yang diambil pemerintah tetap melihat berbagai aspek sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan. Pembentukan sikap, mental, spiritual dan karakter anak didik tetap menjadi spirit dan motivasi. Hal itu guna membangun emangat, serta mengoptimalkan tanggung jawab sebagai penyeimbang. Kolaborasi, dukungan dan aksi mobilisasi stakeholder pendidikan tetap dibutuhkan demi bangkitnya pendidikan. Semoga.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP PL Domsav Semarang)

No comments: