Sunday, May 19, 2019

Konsistensi Zonasi menghilangkan Kastanisasi

Opini Tribun Jateng 22/1/19

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Pendidikan merupakan hak mutlak setiap warga Negara maka butuh keadilan dan pemerataan. Dibuktikan perhatian Pemerintah terhadap kelangsungan sekolah dalam jenjang maupun situasi kondisi apapun tidak boleh dibedakan. Seperti diungkapan menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, agar seluruh Dinas Pendidikan se-Indonesia dapat konsisten dalam menerapkan kebijakan pengelolaan pendidikan berbasis zonasi.

Sistem zonasi merupakan upaya pemerataan dengan salah satu tujuannya mempermudah pemetaan kebutuhan siswa di daerah. Mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah. Khususnya di sekolah negeri membantu analisa perhitungan kebutuhan dan distribusi guru.


Mendikbud meminta sekolah konsisten melaksanakan sistem zonasi. Sistem zonasi efektif mencegah sistem jual beli kursi sekolah dan menghilangkan kastanisasi. Roh sistem zonasi adalah terciptanya pendidikan yang merata dan berkualitas sebagai wujud realisasi kebijakan Presiden. Menjadi ideal saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sehingga dapat berjalan secara objektif, akuntabel, dan transparan. Zonasi diatur dalam Permendikbud No. 14 tahun 2018 bahwa sekolah yang diselenggarakan pemerintah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekatndari sekolah, paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Dasarnya pemenuhan pendidikan kepada semua warga negara akan meningkatkan taraf hidup bangsa agar tak ketinggalan dan sejajar dengan bangsa lain. Menjadi pemikiran bersama bahwa kondisi riil dalam pendidikan terjadi disparitas (kesenjangan) dalam persekolahan. Maka upaya konsistensi zonasi (rayon) dalam PPDB butuh realisasi dan aplikasi. Karena dalam menetapkan radius zona, pemda harus melibatkan musyawarah/kelompok kerja kepala sekolah (MKKS). Penetapan zonasi harus melihat dan berasakan obyektifitas, transparansi, akuntabilitas, nondiskriminatif, dan berkeadilan.

Pendidikan berbasis zonasi sebagai bentuk konsistensi perubahan paradigma dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), tentang eliminasi kastanisasi sekolah. Sekolah miskin (swasta/negeri) dengan sekolah unggulan/favorit sama derajatnya. Jenjang pemisah yang kasat mata dihilangkan, dengan pendidikan yang sederajat, sejajar dan bermanfaat melalui zonasi. Selain meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan peserta didik, zonasi juga berefek pada guru yang tidak hanya mengajar siswa yang pintar, namun mengajar yang tidak pintar menjadi pintar (Muhadjir Effendy.2018).

Oleh karena itu himbauan dari Direktur Pembinaan SMA Kemedikbud, Purwadi Sutanto butuh diperhatikan dan ditaati bersama oleh MKKS, patuh terhadap permendikbud nomor 14 tahun 2018, begitu pula kepatuhan masyarakat memanfaatkan jalur zonasi. Selain akan mengurangi biaya transportasi dan kemacetan, jalur zonasi juga memberikan kesempatan berbagai jenis siswa untuk mendaftar SMA dan masyarakat turut memiliki. Jalur zonasi umumnya berkisar 30-50 persen dari keseluruhan peserta didik baru. Efek domino zonasi, berjalan kaki ke sekolah sebagai bagian dari mata pelajaran.

Zonasi dapat “menyelamatkan” sekolah “ terpinggir” dan swasta. Ketika Sekolah swasta yang mulai "runtuh" dengan kehabisan siswa, akibat diskriminasi dari kebijakan. Setelah terjadi sengkarut, discissionmaker (penentu kebijakan) baru kebingungan untuk menyelamatkannya. Sebab "hancurnya" sekolah berimplementasi pada masalah baru yang jauh lebih kompleks.

Upaya pendidikan berbasis zonasi sebagai bentuk tanggung jawab kemendikbud. Seperti dikatakan Mendikbud bahwa pemerintah tidak ingin terjadi diskriminasi dalam dunia pendidikan. Ditekankan bahwa sekolah tidak boleh menerima siswa dengan menerapkan kualifikasi akademik tertentu. Dengan harapan, tidak boleh terjadi lagi siswa yang memiliki nilai tinggi dapat sekolah yang favorit, sedangkan siswa yang tidak memiliki nilai tinggi mencari sekolah di tempat yang nilainya di bawah sekolah favorit. Zonasi juga dapat mendorong kreatifitas pendidik dalam pembelajaran karena peserta didiknya lebih heterogen.

Dengan ketentuan tersebut, PPDB dapat berjalan secara objektif, akuntabel, dan transparan. Penerapan Zonasi dapat mengakomodasi dan melindungi siswa tidak mampu agar mendapatkan sekolah negeri yang dekat dengan daerah domisilinya, dan menghentikan praktik jual beli kursi saat penerimaan peserta didik baru. Pendidikan berbasis zonasi, sebuah kebijakan demi keadilan pendidikan. Sebuah realisasi zonasi, menghilangkan label sekolah unggulan atau favorit (Purwadi. 2016)

Keadilan pemerataan

Maka Pemerintah Daerah (Pemda) dalam memetakan (zonasi) demi pemerataan sistem pendidikan di wilayahnya dengan berbagai kajian yang melibatkan stakeholder pendidikan semakin mantap dan yakin. Zonasi sebagai upaya keadilan, peningkatan mutu serta relevansi efisiensi manajemen pendidikan dalam pengalokasian APBD. Butuh ketegasan dalam pembuatan prosedur pelaksanaan dari dinas pendidikan, juga melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaanya butuh transparansi tim yang bersifat independen dan tegas.

Perencanaan yang terarah, berkesinambungan dan berkeadilan merupakan dambaan bersama. Demi menghindari dikotomi sekolah “terpinggir,”swasta dengan sekolah favorit (negeri). Penerapan zonasi apabila dipatuhi maka akan tercipta pemerataan yang berkualitas. Sehingga anak seluruh anak Indonesia bisa mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas dan bermutu secara hakiki. Sistem zonasi pada PPDB akan terus berlanjut sebagai perwujudan keadilan dalam pendidikan.

Menjadikan keseimbangan dalam pemerataan, keadilan pendidikan bermutu. Termasuk konsistensi dalam pemenuhan kuota berdasarkan perimbangan bagi siswa yang kurang mampu untuk mendapat kesempatan memilih sekolah unggulan karena nilainya memenuhi syarat. Dengan demikian ketegasan aturan zonasi memupuk kesadaran masyarakat akan keadilan dan kepercayaan kepada aturan pendidikan, bahwa mutu sekolah dalam pendidikan bersifat sejajar dalam kualitasnya. Zonasi juga membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan/afirmasi yang lebih tepat sasaran dan berkeadilan.

Zonasi demi menghindari diskriminasi dan mewujudkan rasa keadilan. Bila kebijakan ini berjalan dengan sungguh dan konsisten. Penulis yakin dengan zonasi, peserta didik golongan ekonomi menengah keatas tidak mengelompok pada sekolah favorit. Sehingga tidak lagi terjadi kegalauan sekolah swasta yang semakin terpinggirkan. Karena “terpinggir” identik kemiskinan dan tidak bermutu, banyak peserta didik lemah akademis dan ekonomi. Stakeholder pendidikan wajib menjaga, mengawasi dan mengamankan zonasi pendidikan guna menghilangkan kastanisasi. Dan pemerintah daerah dalam PPDB berbasis zonasi wajib, harus dan tegas membuat kebijakan daerah yang mengacu kepada Permendikbud No. 14 tahun 2018. Semoga!

FX Triyas Hadi Prihantoro (Guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang)

Paskah dan Keteladanan

Opini Tribun Jateng (19/4/19)

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Polemik menjelang pemilu serentak (legislatif dan eksekutif) 2019 mulai maraknya berita bohong (hoaks) dan berbagai peristiwa kekerasan. Janganlah berkepanjangan (usai) karena kita sudah mendapatkan pemimpin yang layak menjadi teladan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Keteladanan pemimpin menjadi ekspektasi (harapan) bersama masyarakat dunia termasuk Indonesia. Pemimpin yang berkualitas, elektabilitas, kapabilitas dan berintegritas. Kemampuan menyelesaikan berbagai masalah sosial, pendidikan, lapangan kerja, ekonomi yang baik, bersih korupsi, mudahnya akses komunikasi, birokrat bersih, sikap melayani dan penuh bijaksana..

Seperti yang dilakukan oleh Yesus rela mati di salib guna menebus dosa umat manusia. Kepemimpinan penuh keteladanan nyata menyemangati Paskah. “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah kuperbuat kepadamu” (Yohanes 13.15).

Keteladanan yang dibutuhkan tidak perlu dengan retorika. Namun wujud nyata mengimplementasikan ajaran (ritual) gereja yang diambil dari Kitab Suci, dilaksanakan oleh pemimpin Gereja. Karena dalam menyampaikan pesan atau ajaran dibutuhkan sebuah tindakan bijak dan nyata. “ Perbuatlah ini menjadi peringatan akan aku, “ (Lukas 22: 19).

Malam menjelang kematian ,Yesus berkumpul dengan para muridnya untuk mengadakan perjamuan kudus. Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus pada perjamuan kudus kepada muridnya merupakan sikap andap asor (rendah hati) pemimpin. Sebuah mandat transformasi kepemimpinan yang penuh keikhlasan. “ kamupun wajib saling membasuh kaki,” (yohanes 13: 14).

Keteladanan

Keteladanan Yesus membasuh kaki sebelum purna bisa menjadi pandora kepemimpinan saat ini. Mereka yang terpilih diminta oleh rakyat dan dianggap mampu harus menerima amanah. Bagi yang kurang mendapat kepercayaan juga harus mampu sadar diri dengan tidak memaksakan kehendak.

“ Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi ; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi,” (Yohanes 13: 34-35). Sebuah mandat yang merupakan perintah untuk saling mengasihi, tidak hanya karena hal yang diteladankan Kristus namun pula karena hal itu merupakan penanda akan murid-murid Kristus.

Pemimpin yang menjadi teladan dan bersikap saleh seperti Yesus yang mau berkorban di kayu salib. Sebab dia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani yang dengannya memberikan keselamatan kepada seluruh umat manusia. Pempimpin wajib dan harus selalu memberikan contoh, karena pemimpin bertugas melayani masyarakat. “ Sekarang Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan di dalam dia “ (Yohanes 13: 31)

Seperti halnya yang dilakukan oleh Paus Fransiskus (pemimpin umat Katolik sedunia) dalam keteladanan, kesalehan, kesederhanaan, ketulusan dengan penuh cinta kasih. Perayaan Kamis Putih menjelang Paskah tahun 2013 dilakukan di penjara khusus untuk remaja, Casal del marmot Italia dengan pembasuhan kaki. Hal sama dilakukan lagi tahun 2014 di kapel pusat penampungan orang jompo di Maria della ProvvidenzaCentre, Roma. Tahun 2015 Paus merayakan kamis putih di penjara Rebibia Roma dengan membasuh kaki 6 napi perempuan dan 6 napi laki laki.

Perayaan Paskah tidak hanya pengorbanan dan kebangkitan namun kehadiran pemimpin dalam perutusan merupakan pilihan. “ Tetapi aku mempunyai sesuatu kesaksian yang lebih penting daripada kesaksian Yohanes, yaitu segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada kepada Ku, supaya aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang kukerjakan sekarang, dan itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku , bahwa Bapa yang mengutus Aku,” (Yohanes 5 : 36).

Pemimpin yang telah kita pilih, selain merakyat, rendah hati, melayani, sederhana, tidak sombong juga mampu membongkar kebohongan. Keteladanan dengan keberanian untuk tidak popular dengan mengungkap kasus korupsi, rendah hati, mengutamakan kejujuran. Paskah dengan kebangkitan bentuk keteladanan pemimpin yang rela berkorban. Yesus datang ke dunia sebagai terang untuk menghalau tabir kegelapan. “ Akulah terang dunia; barang siapa mengikuti Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup,” (Yohanes 8: 12).

FX Triyas Hadi Prihantoro ( umat Katolik Keuskupan Agung Semarang)

Bullying dan Keberadaban

Opini Kedaulatan Rakyat (15/4/19)

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Peristiwa pengeroyokan siswi SMP (Audrey) di Pontianak Kalimantan yang dilakukan oleh 12 siswi SMA (8/4/19) danmenjadi viral di media sosial. Bentuk keprihatinan bersama bagi stakeholder pendidikan. Sebuah aksi pengeroyokan tidak berperikemanusiaan dilakukan oleh para siswi yang identik dengan kaum feminim. Perubahan peradaban absurd dilakukan anak remaja (perempuan) yang mencoreng dunia pendidikan. Sebagai efek jera, banyak pihak meminta hukuman setimpal sesuai UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Segala perlakuan yang melanggar hak-hak anak, wajib diperjuangkan dan dilindungi sejalan dengan UU Perlindungan Anak.

Perlindungan anak

Laporan Komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bidang pendidikan, Retno Listyarti. Dalam keterangan tertulisnya (23/7/18) anak korban kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus (22,4 %) anak pelaku kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus (25,5%). Ratna Juwita, psikolog Universitas Indonesia kasus bullying yakni tindakan fisik, verbal maupun mental dan tahun 2008 di Yogyakarta bullying mencapai angka tertinggi, ditemukan 70,65 persen untuk SMP dan SMA. Ibarat sebuah kekerasan sudah menjadi hal yang biasa dalam bentuk apapun di sekolah.

Menjadi pertanyaan bersama, bagaimana mengatasi bullying yang kadang sudah menjadi habitus (budaya) siswa di sekolah? Apakah tata tertib sekolah sudah tidak ditakuti atau senior/guru, yang benar teledor dalam melaksanakan tugasnya melakukan pembimbingan dan pendampingan. Sehingga dengan bebasnya pelajar melakukan tindakan kekerasan tanpa ingat nasihat atau aturan tata tertib sekolahnya. Padahal mereka masih dalam pengawasan dan pembentukan karakter. Melakukan tindakan sewenang-wenang kepada sesamanya berarti melanggar Hak Asasi Manusia (HAM),

Kekerasan biasa terjadi tidak hanya secara fisik namun juga bisa dalam bentuk verbal (ucapan), ejekan dan pengucilan. Bahkan di era digital,bullyimg bisa dilakukan lewat media sosial (medsos) dengan maraknya cyberbullying, baik dari kata-kata (status) maupun pelecehan lewat gambar ataupun foto. Berarti telah terjadi pelecehan peradaban yang tidak sesuai atau penyimbangan dengan budaya bangsa yang adiluhung.

Umumnya pelaku bullying merupakan senior yang menginginkan perhatian, impulsif , suka konfrontasi, egoistis, mencari perhatian sehingga menjadi troblemarker. Pelaku juga umumnya sosok yang kurang empati, suka mempertanyakan pihak otoritas, suka mencoba coba melanggar aturan, mengidolakan kekerasan dan memiliki kemampuan berbicara untuk membela diri dalam situasi yang sulit.

Namun yang menjadi persoalan terkini saat bullying di luar lingkungan persekolahan. Berarti pemangku kepentingan lembaga pendidikan tidak mampu mentransfer nilai nilai keberadaban kepada siswa/i nya. Padahal pemangku lembaga pendidijan seharusnya menjadi pusat pengembangan intelektual guna membangun karakter peserta didik. Meningkatnya jumlah kejadian kekerasan karena kesadaran masyarakat lebih tinggi dengan semakin banyak melakukan pelaporan atau mudahnya viral informasi kekerasan. Saatnya stop bullying dengan melakukan intropeksi bersama. Sebab bullyingkadang sudah menjadi bagian perubahan peradaban. Kata-kata, ungkapan yang menyakitkan dan merendahkan sekaligus mencerminkan sikap dan bias menjadi senjata yang mematikan dan merongrong harga diri dan kepercayaan diri dan menurut pengalaman bisa meningkat menjadi kekerasan. (Wessler 2003:18)

konsistensi

Melihat fenomena makin mudahnya terjadi kekerasan yang dilakukan siswa (senior ke yunior). Pendidik tidak boleh teledor dalam tugasnya mendidik, mengajar sehingga mampu meredam terjadinya kekerasan yang dianggap sesuatu yang wajar bagi anak remaja. Konflik sekecil apapun harus segera dicairkan/diselesaikan jangan sampai terlanjur muncul semangat arogansi. Sampai saat ini, pendidik masih menjadi sosok yang digugu dan ditiru. Figur yang berwibawa dan ditakuti siswa dan mampu menjadi penjaga keamanan dan keadilan di ruang pembelajaran. Riset membuktikan bahwa guru mempunyai pengaruh yang besar terhadap siswa, bahkan di sekolah-sekolah yang relatif tidak efektif (Marzano, Pickering & Pollock, 2001).

Maka senioritas dalam lembaga pendidikan, akan bisa diredam pengaruhnya, bila pendidik mampu melakukan regulasi. Sehingg tradisi kekerasan bisa ditekan sejak dini mulai dari sekolah sehingga terbangun insan beradab.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang)

Dugderan dan Hari Jadi ke 472 Kota Semarang

Opini, Tribun Jateng 14/5/2019

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Tahun ini kegiatan dugderan (menjelang puasa) bersinergi dengan kegiatan hari jadi kota Semarang ke 472. Tradisi dugderan yang banyak mendatangkan pedagang (gerabah) dan puncak hari jadi kota Semarang dengan lomba tari Semarang hebat dan joget bareng goyang Semarangan. Kegiatan yang melibatkan ribuan siswa di hari Kamis (2/5/19). Kegiatan unik pertamakali ini akan melibatkan 14.000 penari dan diharapkan memperoleh rekor MURI (Musium Rekor Indonesia).

Duderan sendiri sebagai bagian budaya tradisi dan dapat dijadikan budaya lokal yang layak dilestarikan. Tarian joget bareng goyang semarang bentuk melestarikan tarian khas Semarang termasuk pakaian adat (baju) Semarangan lengkap. Untuk perempuan mengenakan baju encim warna putih bahwan kain batik semarangan selendang merah. Sedangkan untuk laki-laki diwajibkan mengenakan baju koko warna putih bawahan celana hitam dililit kain batik semarangan dan selendang merah (tribun jateng 28/4/19).

Maka butuh gerakan bersama sebagai bentuk aktualisasi keberagaman yang di dapat menjadi pandora pentingnya saling menghormati dan menjunjung tinggi multikutralisme yang harus dijaga dan dirawat. Menurut konsep relativitas budaya, tidak satupun budaya atau tradisi yang dapat dicap aneh, rendah, kuno, atau menjijikkan hanya karena ia berbeda dari apa yang kita miliki. Sebaliknya kita harus mampu dan bisa memahami suatu kebudayaan menurut konsep/nilai/simbol yang telah melekat pada kebudayaan itu sendiri (Robbins, 1997 & Whitten, 1976).

Tradisi dugderan muncul sejak tahun 1881 menjelang bulan puasa. Mengutip wikipedia, dugderan merupakan festival untuk menandai dimulainya ibadah puasa di bulan ramadhan yang diadakan di kota Semarang. Perayaan yang telah dimulai sejak masa kolonial ini dipusatkan di daerah Simpang Lima. Perayaan dibuka oleh walikota dan dimeriahkan oleh sejumlah mercon dan kembang api (nama "dugderan" merupakan onomotope dari suara letusan).

Maka butuh sinergi antara dua kegiatan budaya yang akan menyedot perhatian masyarakat. Bahwa joged bareng semarangan dan dugderan bisa berjalan dengan baik dan beriringan dalam upaya mengoptimalkan budaya khas Semarang. Oleh karena itu partisipasi dan dukungan stakeholder menjadikan kebutuhan bersama dan saling menguntungkan. Seperti halnya sekolah tempat penulis mengajar, baik guru, siswa dan orang tua bersibuk ria dalam menyiapkan kegiatan yang akan menyedot perhatian banyak pihak.

Begitu pula tradisi dugderan berubah menjadi budaya pasar tiban yang menjual berbagai pakaian, makanan, mainan tradisional anak-anak, patung-patung dari gerabah, celengan berupa warak dog (warak ngendok) sebagai salah satu ikon dugderan. Sejak tahun 2007 Pemkot Semarang sendiri mencanangkan warak menjadi ikon budaya kota Semarang. Hemat penulis penetapan sebagai wisata budaya tidak lepas dari ikon imajiner warak yang merupakan perpaduan budaya jawa, China dan Arab. Apalagi di tahun 2019 bersinergi dengan HUT ke 472 kota Semarang.

Heterogen


Warga Semarang merupakan masyarakat plural (heterogen) dengan saling menghormati keragaman budaya yang ada. Kota yang dihuni oleh multi etnik, ras, budaya, agama dan bahasa menandakan kehidupan multilkultural telah lama hidup berdampingan di kota Semarang. Azyumard Azra (2007) mengenai multikulturalisme adalah pandangan hidup yang mengedepankan kebersamaan atas asa perbedaan baik perbedaan politik sampai dengan perbedaan suku bangsa. Sedangkan bagi Clifford Gerts (1987) dalam masyarakat mulltikulturalisme merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub system yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub system terkait oleh ikatan ikatan primordial. Disini dugderan dan joget bareng semarangan sudah menjadi bagian budaya masyarakat kota Semarang yang multi etnik, yang tetap menjaga persatuan dan kesatuan.

Oleh karena itu penetapan Semarang sebagau kawasan heritage (pusaka) untuk mempertahankan identitas kota sangat mendukung sebagai bentuk wisata budaya. Ibaratnya sebuah pesona multikultural telah ada di kota Semarang, tinggal bagaimana merawat, mendayagunakan, mengoptimalkan kemudian “menjual” sebagai salah satu daya tarik kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara

Dugderan dan joget semarang sebagai satu sarana menuju optimalisasi wisata budaya harus dilaksanakan dengan sungguh sungguh. Dukungan stakehoder kota dengan menciptakan suasana kondusif, aman, nyaman, penuh keramahan dan kedamaian membuat pengunjung betah berlama-lama tinggal. Tinggal kolaborasi kegiatan pendukung (pameran benda seni budaya, aneka lomba, konser musik, festival warak, gelar budaya) menjadikan segala sinergi budaya lokal yang semakin memesona yang sayang untuk dilewatkan.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP PL Domsav)

Kelulusan dan Halusinasi Eforia

Opini di Kedaulatan Rakyat (11/5/19)

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Perayaan kelulusan merupakan peristiwa yang bersejarah bagi peserta Ujian Nasional baik siswa SMA/ SMP sederajat. Perasaan galau sirna saat hasil yang dicapai selama “perjuangan” proses pembelajaran tertuntaskan. Namun saat eforia kelulusan dibarengi aksi anarkisme, fandalisme dan tindakan brutal lainnya, sebuah halusinasi yang lupa akan substansi.

Seperti halnya aksi corat coret, konvoi kendaraan diiringi dengan tindakan kekerasan dan  brutal justru membayangi pasca pengumuman kelulusan. Bentuk eforia berlebihan dapat dengan mudah bersinggungan dan berakibat pada petaka. Jatuh korban luka bahkan sering kita dengan ada yang meninggal gara gara merayakan kelulusan. Harian ini sudah mengingatkan “ Ramadan, siswa diminta bijak merayakan kelulusan,” merupakan bentuk nasihat . Seyogyanya akan menyadarkan pelajar untuk merayakan dengan bijak.

Meredam

Upaya meredam beberapa aksi negatif yang menyertainya butuh kebijakan preventif.  Pengambilan pengumuman oleh orang tua, pelarangan memakai seragam sekolah, pengiriman berita melalui lewat aplikasi media sosial dan optimalisasi web sekolah, sehingga siswa tidak perlu datang (KR 8/5/19).

Pola ini mengedapankan prinsip pengendalian massa dengan memperkecil kemungkinan konsentrasi massa pasa satu titik yang relatif sama. Sebab saat massa terkumpul relatif banyak, aparat keamanan terbatas sangat dimungkinkan terjadinya gejolak yang tidak diinginkan. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam menjaga situasi kondisi kondusif merupakan bentuk kerjasama yang diharapkan. Segera memberikan laporan kepada aparat bila melihat konsentrasi massa berlebihan dalam skala yang mungkin dapat terjadinya tindakan destruktif. Dalam situasi seperti ini yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Anggapan bahwa semua kejadian hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya. Ungkapan yang memandang bahwa pembenaran ungkapan, sikap, perilaku, tindakan dan perbuatan.

Kamus Advanced English-Indonesian Dictionary karangan Drs. Peter Salim, M.A., euphoria berasal dari bahasa Yunani, yang artinya perasaan gembira dan bahagia. Ungkapan perasaan emosi berlebihan sebagai kegembiraan semu tanpa melihat sebab akibat yang timbul. Halusinasi berdasarkan KBBI diartikan terjadinya persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya rangsang nyata terhadap indra. Halusinasi dapat sangat invasif, sering muncul, dan menyerang hampir semua fungsi normal. Dua hal ini akan menisbikan kesadaran seseorang karena emosi kegembiraan berlebihan.

Oleh karena itu upaya meredam segala gejolak butuh kerjasama dengan bahu membahu antar orang tua, instansi Pemerintah dan swasta. Melibatkan secara aktif dengan koordinasi yang prima menjadi bentuk preventif positif. Pasalnya kelulusan mempunyai nilai subtansi yang tinggi dalam melindungi  dan mencerdaskan anak bangsa.

Substansi kelulusan sendiri sebagai sarana untuk menapak ke jenjang yang lebih tinggi. Masih banyak dibutuhkan bimbingan,  perlindungan dan tanggung jawab dari orang tua. Didasari pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Maka tidak bisa dilepaskan, karena kesalahan anak merupakan kesalahan orang tua. Maka ironis bila usia yang masih remaja sudah terkooptasi oleh tindakan dan perilaku menyimpang. Sebab pembentukan karakter merupakan proses yang tidak boleh lengah dalam setiap kesempatan. Maka janganlan kita kecolongan halusinasi eforia.

kelulusan.

Namun bila sejak dini telah ditanamkan konsep dari hakekat kelulusan itu sendiri, mungkin kecemasan tidak perlu terjadi. Kelulusan merupakan proses awal dari perubahan menuju ke jenjang yang lebih tinggi dengan melanjutkan ke sekolah idaman. Jejak menuju harapan dengan ketenangan dalam perasaan dan berperilaku. kerjasama

Dibutuhkan kerjasama stakeholder, antisipasi dengan monitoring (pengawasan), memberi informasi, melokalisir, meminimalisir, pengetatan penjagaan lalu lintas, dengan melarang aksi negatif. Ajakan moral, etika guna merefleksikan diri dengan merenung dan mempertimbangkan apa maslahat dan mudarat perayaan kelulusan berlebihan. Gerakan penyadaran sebagai dorongan bentuk simpati. 

Bila gerakan taat, patuh, tertib, disiplin kepada pembentukan jati diri. Semuanya dapat dilaksanakan bila asas kepatutan, ketaatan, kepatuhan dan kedisplinan dijalankan secara bertanggung jawab. Ada yang salah dalam konsep kelulusan bila masih terjadi luapan kegembiraan kelulusan yang kurang beradab. Jangan salahkan anak bila orang tua sendiri selalu kurang perhatian dalam menyikapi kelulusan itu sendiri. .

                               FX Triyas Hadi Prihantoro

Guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang