Friday, December 25, 2020

Natal dan Kedamaian Hidup

OPINI SUARA MERDEKA, 24/12/20

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro



BERBAGAI peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) atau intoleransi di masa pandemi, butuh refleksi bersama. Seperti hasil riset dari Setara Institut ada beberapa palanggaran KBB di masa pandemi. Antara lain sekelompok orang mengganggu ibadah jemaat HKBP KSB di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada (13/9), sekelompok warga Graha Prima Jonggol menolak ibadah jemaat Gereja Pantekosta di Bogor pada ( 20/9), umat Kristen di Desa Ngastemi, Kabupaten Mojokerto, dilarang beribadah oleh sekelompok orang pada (21/9), dan larangan beribadah terhadap jemaat Rumah Doa Gereja GSJA Kanaan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, pada (2/10).

Pelarangan beribadah dan maraknya aksi radikalisme sungguh tidak sejalan dengan Undang- Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya pasal 29 ayat 2. Sebagai bangsa Indonesia yang bersemboyan Bhinneka Tinggal Ika harusnya malu, karena di masa pandemi yang seharusnya tumbuh semangat tolong menolong, gotong royong, empati dan simpati tanpa memandang suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Masa penuh keprihatinan seharusnya memunculkan bela rasa, tepa slira, dan handarbeni dalam kesehatan demi kemashalahatan.

Foundhing fathers (pendiri negara) juga akan geram dan marah bila melihat dan mendengar aksi intoleransi. Karena para pendiri negara ini secara tegas mendambakan sebuah negara integralistik (persatuan), yakni mengayomi keanekagaraman suku, agama, ras, dan golongan sebagai kekayaan bangsa. Namun, aksi-aksi intoleransi menjadi masalah yang kompleks dan menyakitkan. Ironisnya, aksi antipersatuan selalu dibungkus dengan persoalan perbedaan agama. Mengapa isu agama selalu jadi pemicu segala tindakan menyimpang (anarkis) tanpa terkendalikan? Negara berada di mana saat banyak rakyat membutuhkan pengayoman dan perlindungan? Maka, saatnya negara harus tegas dengan banyaknya pemantik antikerukunan hidup beragama menjelang Natal.

Tenggang Rasa

Sebuah berita yang mendamaikan pada menyambut Natal 2020 saat ini. Saat warga Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya, ikut merangkai pohon Natal di Gereja Kristus Raja. Uniknya pohon Natal dibuat dari 1.000 masker, 500 hand sanitizer, dan 300 sabun cuci tangan. Pohon Natal setinggi 3,5 meter dengan diameter sekitar 180 cm, menggambarkan kerukunan dan bentuk kepedulian bahwa Natal 2020 diselenggarakan sederhana karena masa pandemi Covid-19. Natal yang penuh tenggang rasa dengan tetap beradaptasi untuk keselamatan manusia.

Peristiwa kerukunan hidup beragama dengan saling membantu menjadi sebuah rahmat semesta. Negara sendiri sudah berupaya memberi payung hukum guna kehidupan bersama dalam sebuah kerukunan hidup beragama. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat. Merupakan bukti kesungguhan negara untuk melindungi warganya dalam kebebasan memeluk agama dan kepercayaan tanpa kecuali. Serta perlindungan dan jaminan dalam merayakan hari besar agama masing-masing.

Negara punya tanggung jawab yang besar untuk memberikan perlindungan dan jaminan kebebasan memeluk agama. Seperti tercantum dalam tujuan negara pada Pembukaan UUD 1945: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.Munculnya kelompok paham garis keras di Tanah Air penyebabnya tidak lepas dari ketidakmampuan negara untuk mewujudkan kewenangannya dalam mengatur kehidupan kenegaraan. Sudah semestinya pemerintah tegas demi masa depan bangsa yang lebih tenang dan damai tanpa swaprasangka lagi. Ketika situasi absurd masyarakat semakin dipertegas oleh pemahaman sepotong dari ajaran ideologis, maka yang terjadi bukan perilaku santun, hormat menghormati, toleransi tetapi sebuah kekerasan dan pemaksaan kehendak. Kompromi dan toleransi adanya aksi yang meresahkan tidak bisa ditolerir bila sudah melanggar konstitusi negara.

Kita patut bangga saat negara menjalankan fungsi dan perannya saat ini. Demi keselamatan bangsa dan negara mendamba kehidupan yang aman dan damai. Masalah sosial kemasyarakatan yang timbul dengan aksi kekerasan perlu segera direduksi dan dieleiminir. Bila pemimpin tidak tegas dan peragu maka akan terjadi pertentangan secara horizontal di bawah ‘’akar rumput’’ menjadi semakin massif. Semoga Natal 2020 kita semua dapat merasakan, dengan tidak adanya kejadian ‘’buruk’’di hari yang penuh kedamaian ini. (46)

— FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMP PL Domenico Savio Semarang

Legawa

Surat kepada redaksi KOMPAS, 24/12/20



Pemilihan Kepala Daerah di 270 daerah (propinsi, kabupataen, kota) di Indonesia telah usai. Berdasarkan perhitungan cepat (quick count) telah diketahui pasangan mana yang menjadi pemenang. Namun demi kepastian, kita semua menunggu rekapitulasi dari Komisi Pemiihan Umum (KPU) untuk penetapan.

Sesuai aturan setelah penghitungan oleh KPU, pihak-pihak yang bekompetensi segera menanda tangani persetujuan hasil dari rekapitulasi sebelum pelaksanaan sumpah jabatan pasangan calon terpilih. Sayang seperti mengulang kejadian pola lama, banyak pasangaan yang tidak terima karena menganggap pelaksanaan pilkada.

Padahal pengalaman membuktika, hasil quick Count tidak akan jauh berbeda dengan hasil penghitungan manual.

Ironisnya sikap legawa ( iklas menerima hasil dengan tulus hati) kurang menjadi bagian budaya dari sebagian pasangan calon yang kalah. Kedepan, KPU perlu memaksukkan syarat Legawa dalam pakta integritas pasangan calon.

Sikap legawa sebenarnya tidak hanya setelah penghitungan suara usai pilkada, tetapi juga legawa untuk membersihkan alat peraga pilkada seperti poster, spanduk dan baliho yang bertebaran.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang)

Saturday, December 19, 2020

E-Raport, solusi di Era Pandemi

Opini Kedaulatan Rakyat 18/12/20

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Secara serempak hampir semua jenjang sekolah dari SD, SMP, SMA sederajat, di pertengahan desember 2020 melaksanakan pembagian raport. Berbagai macam cara pembagian raport di masa pandemi covid-19. Biasa yang dilakukan ( normal ) dengan tatap muka terbatas dan drive thru (pelayanan tetap di kendaraan) serta tetap menerapkan protokol kesehatan. Pelayanan pembagian raport secara tatap muka pun harus terjadwal dan tidak bisa serentak demi mencegah kerumunan.

Demi keamanan bersama dan di era digital yang serba praktis raport electronik (E-Raport) sebuah solusi bijak. Penggunaan Internet sudah menjadi habitus (budaya) baru masyarakat. Sebelumnya hampir 10 bulan, kegiatan belajar mengajar (KBM) sudah menggunakan berbagai aplikasi (zoom, skype, google meet maupun office 365). Melalui work from home (WFH pembelajaraan dan evaluasi dilaksanakan dari rumah. Maka saat pembagian hasil semester dengan E-raport bukan hal yang sulit. Namun dapat menjadi solusi si era pandemi dengan mengurangi dampak penyebaran covid-19. E-raport sebagai kebutuhan guna membatasi jarak manusia secara fisik.



Sebagai kebutuhan

E-raport merupakan bentuk aplikasi laporan pendidikan dengan mengakses aplikasi yang sudah disinkronkan berdasarkan dapodik (data pokok pendidikan). E-raport merupakan kebutuhan yang mendasar dan menjadi kesepakatan pemahaman bersama era digital saat ini. E-Raport sebagai kebutuhan guru mentaati pembatasan jarak manusia secara fisik

Seperti dikatakan oleh pengamat pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Prof Dr Ariswan mengatakan bahwa urgensi raport bagi siswa dan orangtua, kebijakan implementasi e-raport perlu dibarengi dengan kebijakan yang berorientasi pada kemudahan akses pada isi raport tersebut. Sebelum kebijakan itu diterapkan perlu dipastikan masyarakat khususnya orangtua bisa mengakses isi e-raport dengan mudah. E-raport butuh diimbangi dengan kemudahan akses. Karena salah satu tujuan dari kebijakan itu memudahkan orangtua dalam membaca laporan perkembangan hasil pembelajaran siswa.

Sebagai laporan penilaian raport adalah bukti akhir kemampuan peserta didik bidang kognitif di sebuah pembelajaran. Belajar sendiri merupakan suatu usaha setiap peserta didik dalam KBM. Perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendaya gunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, mental serta dana, panca indera, otak dan anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan sebagainya (M. Dalyono. 2009, Psikologi Pendidikan).

Meski dalam uji coba, beberapa kendala sering terjadi mulai dari lemahnya akses, error dalam penginputan dan banyaknya perintah yang kadang tidak dimengerti. Namun demi memenuhi protokol kesehatan sangat mungkin menggunakan E-raport secara komprehensif. Di tengah keterpaksaan dan keterbatasan karena situasi yang mendesak, maka akan muncul keberanian dan jalan keluar.

Meski dapat digambarkan berbagai kesulitan dalam penulisan diskripsi serta nilai pengetahuan, sikap, spiritual dan ketrampilan yang menjadi tagihan dari kurikulum 2013. Dalam upaya penerapan e-raport dari beberapa kendala harus disikapi dan dicarikan solusi. Karena dari guru sebagai guru mapel dan wali kelas banyak kewajiban yang harus dilaksanakan, juga dalam mensosialisaikan ke orang tua atau wali siswa.

Perubahan digital

Dalam proses pembelajaran dimanapun dengan menggunakan media apapun seharusnya menjadi ruang dimana proses belajar memperkaya siswa akan nilai nilai hidup sekaligus cinta akan kegiatan belajar. E-raport sudah menjadi sebuah kebutuhan karena perubahan digitalisasi. Pengenalan dan kewajiban penggunaan sudah menjadi keharusan.

Guru dan orang tua wajib menggunakan aplikasi ini, karena perubahan ilmu pengetahuan dan tekhnologi informasi sangatlah cepat dan berarti. Bagaimanapun E-raport menjadi bagian solusi dalam situasi sekarang.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang).