Tuesday, September 29, 2020

Kesaktian Pancasila dalam Menghadapi Tantangan

Opini Kedaualatan Rakyat, 30/9/20

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro



Sejak bergulirnya reformasi tahun 1998, seolah Pancasila tidak sakti lagi. Hal itu sangat berbeda saat jaman Orde Baru, yang mana menjelang tanggal 1 Oktober, seolah masyarakat diingatkan selalu akan kesaktian Pancasila. Yang tangguh, kokoh dan kuat menghadapi cobaan dan usaha mengulingkan Pemerintahan yang sah dengan mengganti dengan Idiologi Komunis.

Kesaktian Pancasila memiliki makna untuk selalu mengingatkan pentingnya Pancasila sebagai dasar Negara Rebublik Indonesia. Sebuah upaya menanamkan dan melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun sejalan bergulirnya reformasi, masyarakat seolah dilupakan akan kesaktian Pancasila. Masyarakat sekarang sangat membutuhkan makna baru terhadap kesatian Pancasila.

Sejarawan Asvi Warman Adam mengemukakan, pemaknaan kembali dan pengembangan analisis untuk keilmuan sejarah terhadap hari kesaktian Pancasila masih tetap terbuka. Pasalnya sejarah selalu dimenangkan oleh pihak pihak yang menang. Kesaktian Pancasila perlu dimaknai secara baru agar tidak terjebak pada ritual upacara, tetapi harus memperdalam penghayatan. Pada masa Orde Baru Pancasila digunakan untuk menyingkirkan pihak pihak yang dianggap lawan. (Yudi Latif. 2015)

Sedang Berkuasa

Mestinya makna baru Pancasila harus dicari sampai tingkat operasional, penghayatan dan pengamalannya. Bukan karena siapa yang sedang berkuasa. Tarikan-tarikan kepentingan politik atas nama pelaksanaan Pancasila memang sebuah keniscayaan dalam percaturan politik. Bedanya, jika tarikan ini menggoyahkan fungsinya sebagai tuntunan dinamis rakyat, bangsa, dan negara, atau suatu Leitstar (pedoman) menurut Soekarno maka persoalannya jadi berbeda.

Seperti yang dilakukan penulis untuk mendata daya ingat siswa tentang pemaknaan Pancasila. Beberapa kali menanyakan kepada siswa dari penulis. Umumnya siswa yang lahir pada era reformasi, saat ditanya tentang hari “sakral” Pancasila. Mereka hanya mengenal peristiwa 1 Juni 1945 sebagai hari lahir Pancasila. Apalagi dikukuhkannya denganKepres no 24 tahun 2016 tentang hari lahir Pancasila dan sebagai hari libur nasional. Semakin terlupakan peristiwa bersejarah tahun 1965 sebagai tragedi nasional dan melahirkan hari heroik tanggl 1 Oktober 1965, Kesaktian Pancasila.

Melupakan peristiwa Kesaktian Pancasila setelah reformasi diawali dengan Penggantian Mata Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila menjadi Pendidikan Kewarga Negaraan (PKN). Nilai Pancasila seolah menjadi antipati masyarakat. Pelupaan lain dengan lahirnya Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan Tap MPR No. IV/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa). Berimplikasi di setiap tahun ajaran baru, siswa sekolah menengah sampai calon mahasiswa baru tidak lagi mendapatkan Penataran P4, sebagai program wajib dari Pemerintah. Namun sejak berlakunya kurikulum 2013, kembali kata Pancasila dipakai lagi melalui mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Disitu hampir semua Kompetensi Dasar (KD) mengupas dari sejarah terbentuknya, lahir sampai dinamika Pancasila sebagai dasar bernegara.

Kesaktian Pancasila seolah sedang mengalami pengujian. Secara khusus yang harus dipelajari, dimengerti, dipahami dan dihayati oleh generasi muda, khususnya dalam masyarakat pembelajar. Jangan sekali sekali meninggalkan sejarah (jas Merah), seperti selalu diingatkan oleh Soekarno. Pasalnya pada masa pra reformasi, masyarakat menganggap Pancasila hanya sebuah utopia. Sejatinya, masyarakat menginginkan sinerginitas Pancasila sebagai nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis, yang perlu revitalisasi. (Ani P dan Lita T. 2010) Maka upaya melawan lupa menjadi program nyata dalam upaya penanaman dan pengujian Pancasila.

Dibangkitkan kembali

Pancasila pascareformasi menjadi semacam frasa yang ”ditidurkan”, jika tak bisa dibilang dihindari, oleh berbagai komponen politik dan masyarakat maka layak dibangkitkan kembali. Hal itu penting saat orang muda sebagai generasi mulai lupa akan hari kesaktian Pancasila. Mulai diseimbangkan dan disinkronisasi akan pemaknaan nilai Pancasila secara komprehensif.

Pancasila jangan diperebutkan secara parsial oleh kelompok kepentingan. Karena Pancasila milik seluruh komponen bangsa Indonesia, bukan milik kelompok penguasa. Pancasila selalu diuji dengan berbagai problemalitas, namun selalu dapat mengatasi dan menjadi pemenang. Berarti Pancasila tetap “sakti,” sampai saat ini

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru PPKn SMP PL Domenico Savio Semarang)

Thursday, September 24, 2020

Selamat Jalan

Surat kepada Redaksi Harian Kompas 23/9/2020



Berita kepergian tokoh Pers Nasional, Jakob Oetama membawa duka mendalam. Tiada lagi panutan dan teladan dalam bidang jurnalistik dengan pribadi yang santun, sederhana, jujur dan membela orang kecil.

Pribadi yang humanis, pejuang jurnalistik, guru bangsa dan tokoh nasional. Ketokohannya sebagai bapak bangsa akan selalu dikenang dan menjadi spirit dalam estafet perjuangan media.

Salah satu peninggalan yang dapat menjadi inspirasi ada dalam buku klasiknya, Perpekstif Pers Indonesia. Disebutkan bahwa salah satu halaman penting dalam koran halaman opini. Halaman ini menjadi tempat adu gagasan, pemikiran, dan dialog para pemikir bangsa.

Tidak gampang menembus halaman ini, bahkan Baharudin Lopa mantan Menteri Hukum dan perundang-undangan, mengatakan tulisannya pernah 70 kali dikembalikan. Upacara pemakaman Jakob Oetama, dengan Inspektur upacara Yusuf Kalla menunjukkan negara memberi penghormatan setinggi-tingginya kepada Jakob Oetama sebagai tokoh Pers. Selamat Jalan.

FX Triyas Hadi Prihantoro guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang .