Saturday, August 03, 2013

Memperjuangkan nasib guru TIK

OPINI, Harian JOGLOSEMAR 19 Juli 2013 oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro (pendidik) Kurikulum 2013 meniadakan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Lalu bagaimana nasib guru yang identik dengan pembelajaran yang memberdayakan komputer sebagai alat pembelajarannya itu? Salah satu alasan pokok peniadaan mata pelajaran ini, karena hampir semua mata pelajaran yang ada harus memperdayakan dan mengoptimalkan TIK. Bahkan bila kita melihat dalam kehidupan sehari-hari, banyak anak belum sekolah pun sudah melek teknologi. Bermain dengan alat komunikasi dari gadget, smartphone, tab sudah sangat akrab dengan dunianya. Sudah menjadi kewajiban di era digital ini, guru tidak boleh gagap teknologi (gaptek) karena bisa menjadi kendala pendidikan. Sebab di zaman serba cepat, murah, instan, terbuka, dan global ini, segala fasilitas yang ada harus dioptimalkan. Kementerian Pendidikan Kebudayaan (Kemendikbud) selalu mensosialisakan pembelajaran TIK. Demi optimalisasi TIK, Kemendibud sendiri telah meluncurkan situs Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas), E-Library (Perpustakaan Elektronik) dan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Dengan menanamkan modal sebanyak Rp 1 triliun guna membangun pusat sumber atau resources center di sekolah-sekolah untuk mempercepat TIK mulai tahun 2008. Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Kemendikbud mengharapkan lembaga pendidikan (sekolah) dapat menjadi tempat untuk pembelajaran berbasis TIK sehingga nantinya terwujud masyarakat melek digital. Dengan demikian saat kebutuhan, kewajiban, keharusan dan kemampuan guru dalam menguasai dan mengembangkan TIK. Lalu bagaimana dengan nasib guru TIK, yang sudah ada? Memperjuangkan nasib guru TIK merupakan kewajiban sekolah dan Dinas Pendidikan tingkat kota/kabupaten. Apalagi guru TIK sebelumnya selalu membantu kemajuan melek teknologi dengan membantu guru yang masih gaptek menuju melek Iptek. Sering diawali pembelajaran berbasis TIK dari pemahaman, pengertian, aplikasi dan implementasi secara otomatis guru merambah pembelajaran konsep E-Learning (pembelajaran elektronik maupun digital). Membantu guru lain dan memberikan konsep pemahaman kepada siswa, menjadikan infrastruktur menuju digitalisasi terpenuhi. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) melalui berbagai pelatihan, penataran, pendidikan, lokakarya (workshop) yang berkenaan dengan TIK, mungkin dianggap sudah memadai. Maka dengan kemampuan SDM guru yang mengoptimalkan TIK, seolah sudah tidak lagi membutuhkan kinerja guru TIK. Sebab tanpa menyiapkan SDM yang mumpuni, penyediaan dan kelengkapan fasilitas akan mubazir. Antara kebutuhan, kewajiban dan fasilitas harus seimbang, demi tercapainya tujuan pendidikan berbasis TIK. Prinsipnya mengoptimalkan TIK, dimulai dalam kebiasaan proses pembelajaran di kelas baik metode, cara maupun praktik pembelajaran. Kenyataannya masih banyak guru melakukan metode pembelajaran secara konvensional. Dengan hanya menenteng buku paket/ Lembar Kerja Siswa (LKS) secara mantap guru masuk kelas dan melakukan Proses Belajar Mengajar (PBM). Bila budaya mengajar konvensional dilakukan oleh guru karena fasilitas TIK di sekolah belum memadai, masih dimaklumi. Namun bila dilakukan di sekolah yang fasilitasnya sudah lengkap dengan adanya lab multimedia, per kelas sudah ada perangkat elektronik seperti Liquid Crystal Display (LCD) apalagi hotspot area. Menjadikan suatu PBM yang ironis. Di sini jelas sekali bahwa guru kurang mau terus belajar untuk menyesuaikan dirinya dengan perkembangan TIK. Pembelajaran berbasis TIK diharapkan meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air. Keberadaan TIK sendiri tidak lepas dari adanya perkembangan dari lahirnya teknologi alat pintar (komputer) yang cepat sekali perkembangannya dan bertugas membantu meringankan kerja manusia serta semakin canggih dalam pemanfaatan sesuai eranya. Semakin berkembangnya TIK membantu mentransformasi guru dalam mengajar guna menyampaikan ilmu pengetahuan, menciptakan budaya, menginformasikan dan mendidik diri sendiri, serta mengatur komunitas dan negara. (wikinomics. 2008). Kehadiran dan pesatnya perkembangan TIK akan memberikan berbagai kemudahan pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Peran TIK sebagai alat bantu pembelajaran akan semakin memudahkan guru untuk menyampaikan pesan dengan segala kepraktisan yang di dapat. Guna melengkap materi pelajaran, guru tinggal mengunduh dari internet. Multiperan Namun hambatan yang mendasar bahwa kualitas mutu guru tidak merata. Tidak semua guru mengerti teknologi informasi, banyak hanya sekadar paham, mendengar, melihat tanpa mempraktikkannya sendiri. Saatnya mengubah paradigma dan pola pikir (mindset) guru. Melakukan perubahan memang tidak gampang, sebab pendidikan berbasis TIK seorang guru dituntut mempunyai multiperan. Selain sebagai pengajar, guru harus mampu menjadi koordinator, fasilitator, motivator, pembimbing, pendamping dan mitra belajar bagi anak didiknya. Perubahan paradigma inilah yang perlu secara holistik dilakukan dengan kehendak dan niat untuk maju. Sedangkan TIK hanyalah salah satu sarana yang semakin mempercepat, mempermudah dan menjadikan peserta KBM menjadi lebih kreatif dan inspiratif. Oleh karena itu guna mengotimalkan pembelajaran berbasis TIK, perlu dibangun sikap belajar yang tepat, efektif, kreatif dan menghasilkan semacam kemampuan yang pantas. Hal itu dilakukan dengan teknik-teknik yang sasaran akhir ditujukan sebagai upaya responsif dan bergairah menghadapi tantangan dan perubahan realitas. Itulah yang perlu kita lakukan guna mengubah pola pikir guru yang terbiasa melaksanakan pembelajaran secara konvensional. Sebab seperti yang penulis lakukan, untuk belajar TIK bukanlah sebuah paksaan namun sudah menjadi minat dan sebuah kebutuhan (life skill) yang perlu dicoba dan diaplikasikan sendiri terus-menerus. Semakin sering mencoba dan mempraktikkan, semakin berkembang dan bertambah wawasan pengetahuan mengenai TIK. Menciptakan minat juga memiliki keuntungan intrinsiknya. Ketika kita mencipkan minat dalam suatu subyek. Kita kerap mendapati bahwa hal itu membawa perubahan minat baru di bidangnya. Mengembangkan bidang-bidang baru itu menimbulkan kepuasan tersendiri dan juga minat baru lainnya, reaksi berantai yang berjalan terus menerus (Bobbi de Porter & Mike Hernacki. 2007). Oleh karenanya dalam era TIK sekarang akan banyak peluang bagi guru dan siswa untuk saling berkembang, belajar dan melengkapi. Dengan mengotimalkan TIK akan meningkatkan efisiensi, kreativitas, inspiratif, kritis dan inovasi secara komprehensif. Hakikatnya pembelajaran berbasis TIK akan memunculkan gejolak untuk terus maju dan berkembang. Ibarat sambung-menyambung menuju kesempurnaan, dan kalau tidak pernah ”dipakai” akan lupa, maka guru harus selalu ikut larut dalam inovasi sebagai satu bentuk inspirasi sehingga menjadi semakin kreatif. Maka diperlukan partisipasi kebijakan dari Dinas Pendidikan di daerah, pengelola dan pelaksana pendidikan di sekolah. TIK yang secara spesifik tidak diatur dalam kurikulum baru, namun boleh disisipkan atau dimasukkan dalam keterampilan prakarya/perbengkelan yang berkaitan dengan TIK, Menjadi hal yang bijak, guru TIK diperjuangkan dalam mendapatkan tempat untuk mentransfer ilmunya dalam kurikulum 2013. Dapat dimasukkan dalam pembagian mata pelajaran pendalaman dan pilihan (pendalaman minat atau lintas minat) yang dialokasikan empat jam pertemuan tatap muka. Semoga.