Saturday, June 12, 2021

Mengulik Batas Usia PPDB

dimuat dalam OPINI, Kedaulatan Rakyat 12/6/2021

oleh: FX Triyas Hadi Prihantoro

Proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini cukup melahirkan polemik. Permasalahan yang banyak muncul antara prestasi, zonasi dan usia syarat boleh diterima. Muncul dan massif diperbincangkan karena sejumlah orang tua murid menilai dinas pendidikan (Disdik) tidak adil, karena dalam proses seleksi calon siswa yang diutamakan adalah usia, bukan berdasarkan zonasi maupun prestasi.

Berdasarkan Permendikbud No 1 tahun 2021 tentang PPDB, bahwa proses penerimaan berdasarkan usia bahwa peserta didik baru kelas 1 (satu) SD berusia a. 7 (tujuh) tahun; atau b. paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan (pasal 4 ayat 1). Calon peserta didik baru kelas 7 (tujuh) SMP harus memenuhi persyaratan: a. berusia paling tinggi 15 (lima belas) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan; dan b. telah menyelesaikan kelas 6 (enam) SD atau bentuk lain yang sederajat (pasal 5) dan Calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA atau SMK harus memenuhi persyaratan: a. berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan; dan b. telah menyelesaikan kelas 9 (sembilan) SMP atau bentuk lain yang sederajat (pasal 6 ayat 1).

Maka saat terjadi polemik dan desakan dari beberapa orang tua murid yang mempersoalkan anaknya yang tidak diterima di sekolah tujuan karena memang usianya belum memenuhi syarat. Janganlah memaksakan untuk masuk sekolah yang diharapkan, karena memang sudah diatur dalam proses seleksi PPDB. Bagimanapun Pemerintah mempunyai kebijaksanaan sesuai tujuan pendidikan nasional, mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitu pula sesuai program wajib belajar minimal 12 (dua belas) tahun guna meningkatkan pemerataan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Wajib belajar 12 tahun sendiri sudah dimulai sejak bulan Juni 2015, karena Pemerintah menginginkan semua anak wajib sekolah dan Pemerintah wajib membiayai dan menyiapkan segala failitasnya.

Oleh karena itu guna merealisasikan wajib belajar 12 tahun Pemerintah siap melaksanakan konsekuensi yang timbul. Maka saat syarat usia direalisasikan dan wajib untuk sekolah negeri sebagai bentuk tanggung jawab. Saat permasalahan usia menjadi prioritas dan hambatan bagi peserta didik yang belum cukup umur dimungkinkan karena sosialisasi yang belum merata dan menyeluruh. Butuh evaluasi komprehensif dari Pemerintah Pusat dan daerah agar persoalan ini tidak semakin meluas dan menurunkan kepercayaan masyarakat.



Saat ada desakan untuk diterima dan belum cukup umur berarti sudah melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai negara hukum, semua saja wajib mentaati aturan yang telah diundangkan. Bila berani melanggar akan mendapatkan sanksi yang tegas, aturannya jelas. Persyaratan usia secara tegas harus dibuktikan dengan: a. akta kelahiran; atau b. surat keterangan lahir yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan dilegalisir oleh lurah/kepala desa atau pejabat setempat lain yang berwenang sesuai dengan domisili calon peserta didik (pasal 7 ayat 1).

Pada prinsipnya persoalan batasan usia dibutuhkan ketegasan sebagai regulasi terhadap keadilan dalam PPDB itu sendiri. Dalam PPDB semua sekolah mempunyai visi dan misi yang sama termasuk keprofesionalan pendidik dan tenaga pendidikan dalam pengelolaan. Semua sekolah layak mendapatkan keadilan dan kesempatan dalam melaksanakan KBM. Maka saat muncul desakan penambahan kuota dengan konsekuensi penambahan kelas untuk mengatasi polemik bukan merupakan jalan keluar. Karena berimplikasi kepada persoalan baru dan menjadi masalah bagi pengambil kebijaksanaan.

Pelaksanaan PPDB memang butuh kepatuhan dan kedisiplinan bersama.

FX Triyas Hadi Prihantoro (pengajar SMP PL Domenico Savio Semarang)

Monday, June 07, 2021

PTM

Red Yth Kompas ( 8 Juni 2021)

Hampir satu setengah tahun dunia hidup bersama Covid-19, termasuk Indonesia. Banyak adaptasi yang harus dilakukan, termasuk dalam kegiatan belajar-mengajar.

Menjadi persoalan serius saat generasi muda (pelajar) harus sekolah dari rumah. Mereka kurang mendapatkan materi pelajaran secara maksimal karena di sisi lain guru pun tidak boleh memberi materi yang membebani.

Muncul harapan ketika orangtua menuntut agar pemerintah mengizinkan pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran 2021/2022. Berbagai uji coba tatap muka terbatas sudah dilakukan. Tim gugus tugas bekerja keras memantau dan mengevaluasi. Memang beberapa sekolah ditutup lagi karena terjadi penularan, tetapi upaya ada pembelajaran tatap muka terus berjalan.

Pembelajaran tatap muka merupakan kebutuhan karena pembelajaran secara daring tidak bisa memaksimalkan penerimaan materi pembelajaran. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bersama bahwa menerapkan protokol kesehatan adalah harga mati. Melaksanakan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi berkumpul, dan mengurangi mobilitas) menjadi hal yang harus dilakukan tanpa syarat.

Dengan demikian, saat pembelajaran tatap muka yang mudah-mudahan bisa dilakukan pada tahun ajaran 2021/2022, semua berlangsung tertib dan aman. Pembatasan waktu dan jumlah murid dalam kegiatan belajar-mengajar, vaksinasi kepada semua guru, dan pelaksanaan 5M akan meminimalkan risiko dalam kegiatan pembelajaran tatap muka demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

FX Triyas Hadi Prihantoro

Guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio, Semarang

https://www.kompas.id/baca/opini/2021/06/08/pembelajaran-tatap-muka/