Wednesday, July 01, 2015

Perpustakaan Basis Kreatif dan Inovatif

Opini Harian Joglosemar 1 Juli 2015

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

TAHUN ajaran baru dengan semangat KTSP dan kurikulum 2013 menjadi penyemangat guru dan siswa. Namun demikian salah satu penunjang kesuksesan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dan peran perpustakaan sebagai basis pembelajaran kreatif dan inovatif harus dioptimalkan. Oleh karena itu saat membaca kembali usulan Agus M. Irkham “ Penjara Sementara Perpustakaan,” merupakan bentuk skeptis dari keberadaan perpustakaan. Bukan sebuah perubahan paradigma fungsi dan kedudukan perpustakaan yang dibutuhkan pengendalian emosi dan solusi eksistensi.Namun bagaimana dalam berbagi peran dalam KBM,

Seperti dikatakan Alfin Tofler The illiterate of the future will not be the person who cannot read. It will be a person who does not know how to learn. Permenungan dengan munculnya stigma negatif perpustakaan. Berefek dimasa yang akan datang orang yang buta huruf bukan semata-mata orang yang tidak dapat membaca. Yang paling celaka, dia akan menjadi orang yang tidak tahu bagaimana caranya belajar.

Keprihatinan dari Aflin Tofler di Indonesia diyakinkan oleh pernyataan Taufik Ismail. Budaya membaca dan menulis masyarakat Indonesia sangat menurun dibanding dengan masa penjajahan Belanda. Semasa Jaman Belanda selama tiga tahun sekolahnya wajib membuat 106 tulisan dan membaca 25 buku sastra yang terdiri dari 4 bahasa yaitu Inggris, Belanda, Jerman dan Perancis.

Perpustakaan sendiri merupakan salah satu sarana wajib dari kehidupan sekolah berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007. Banyak orang berpendapat perpustakaan merupakan nadi, ruh, napas, otak dari sekolah. Maka sudah keharusan optimalisasi pemberdayaannya oleh stakeholder sekolah.

Dari perpustakaan merupakan tempat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, kreatifitas dan inovatif warga sekolah. Tidak hanya sebatas alternatif dari PBM (proses Belajar Mengajar), harapannya menjadikan perpustakaan menjadi rumah kedua mereka. Oleh karena itu bagaimana sekarang kita (guru) memotivasi siswa untuk rajin berkunjung dan terlibat?

Karena di sana siswa diharapkan menjadi orang yang gemar membaca. Pilzer (1994) mengatakan sekurang-kurangnya ada enam kompetensi dasar kepandaian. Meliputi kecakapan (gemar) membaca (read), kesenanganmenulis (write), kesukaan mendengarkan (listen), keterampilan berbicara (speak), kemampuan berhitung(calculate), dan selalu berfikir kritis (reason).

Oleh karena itu mengupayakan perpustakaan menjadi menarik bukanlah sekedar wacana. Menjadikan ruang perpustakaan nyaman, menyenangkan, kondusif sebagai ajang berkumpul, mencari ide, menularkan gagasan dengan membaca dan menulis melahirkan karya kreatif dan inovatif.

Usahakan sarana perpustakaan sekolah dengan desain, setting yang dilengkapi dengan buku-buku “bermutu”. Baik berupa buku bacaan (Sastra, iptek, politik, ekonomi, hukum, budaya, social, UU, religi dan lain-lain), jurnal, buku penunjang pelajaran, majalah, Koran, kliping, meja belajar, bangku, TV, VCD, tape recorder, komputer serta ruang dan gedung yang repersentatif.

Sebab dalam UU No. 43 tahun 2007 ditegaskan kewajiban Pemerintah untuk menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan (pasal 7 butir e). Meningkatkan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan (butir f) dan dalam butir c menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia).

Kelengkapan ruang baca, rak buku yang tertata sesuai dengan disiplin ilmu, ruang diskusi yang kondusif dan tempat pelayanan petugas yang asri (bersih, rapi, indah) merupakan kebutuhan ideal. Membuat kebetahan membaca dan menulis sebab, kelengkapan ruang baca dan menulis signifikan dengan jumlah warga sekolah..

Begitupun di Era Teknologi Informasi dibuat literatur yang menunjang PBM dalam kurikulum baru (2013), siswa diberi kebebasan dalam pemanfaatannya, dengan menghubungkan (connect) Internet. Mencari literatur dengan akses melalui E-Book dan E-Library (Electronik Perpustakaan). Pengunjung memperoleh sebuah informasi yang cepat dan tepat (up to date) dalam segala hal.

Karena sistem informasi perpustakaan dapat didefinisikan: “ sebuah sistem terintegrasi, sistem manusia mesin, untuk menyediakan informasi yang mendukung operasi, manajemen, dan fungsi pengambilan keputusan dalam sebuah perpustakaan”. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan perangkat lunak komputer, prosedur manual, model manajeman, dan pengambilan keputusan basis data ( Robert K Leitch, dan K. Roscoe Davis.1983)

Sebuah dukungan yang melahirkan kreatifitas dan inovasi. Perustakaan menjadi basis membaca, menulis , menumbuhkan rasa kemanusiaan, empati dan berlogika perlu dukungan dan semangat warga sekolah.

Optimalisasi

Memulai gemar membaca haruslah dilakukan di sekolah. Melalui tugas dan model pembelajaran perpustakaan sebagai optimalisasi peran dan basis akan mengubah budaya masyarakat Indonesia yang suka bicara, mendengar dan melihat. Budaya lisan harus mulai disingkirkan dengan habitus baru membaca dan menulis.

Perubahan tradisi ini akan mengubah kebiasaan bermain, corat-coret, nge-game, kongkow-kongkow, ngobrol, grumpi dan nggossip yang justru tidak menjadikan manusia kritis. Optimalisasi Perpustakaan menjadikan manusia tidak mudah putus asa, loyo, melempem, tiada daya juang, pesimis dan mudah diprovokasi yang melahirkan tindakan destruktif, merugikan kepentingan masyarakat.

Kebiasaan membaca sebagai kebutuhan akan sering kita temui banyak orang melakukan aktifitas ini di setiap kesempatan. Sering membaca, berdiskusi dalam kelompok kecil di waktu luang dan menulis di perpustakaan memunculkan ide kreatif.

Oleh karena itu seorang guru harus memulai lebih dahulu mengadakan “aksi” membaca dan melahirkan inovasi kreatif. Tugas di Perpustakaan tidak sebatas pembelajaran bahasa, karena semua mata pelajaran sangat membutuhkan buku acuan lain (referensi) yang memperkuat teori dalam setiap mata pelajaran. Sebuah reward(penghargaan) bagi siswa yang aktif berkujung ke perpustakaan.

Menurut Friderich Scheneider model pembelajaran lama harus di rubah. Sebab mengajar bukan hanya menghantar pengetahuan pada siswa tetapi juga mengembangkan bakat siswa, membentuk kemampuan untuk mengerti, menilai dan menyimpulkan juga memberikan bahan pengajaran yang membantu siswa untuk mengembangkan fantasi, empati, serta hasrat-hasratnya. (Sindhunata, 2000).

Dari sinilah konsep perpustakaan basis pembelajaran, ditumbuh kembangkan. Upaya eleman masyarakat mengadakan perpustkaan keliling, rumah perpustakaan, perpustkaan kolektif, pondok baca mandiri atau apapun bentuknya bukanlah kesia-siaan.

Hakekat aktif membaca akan membuka cakarawala baru dalam berpikir dan bertindak. Dari sini muncul refleksifitas diri, motivasi, empati serta kreatifitas inovatif.Apalgi dengan berlakunya kurikulum 2013 secara serentak di tahun ajaran baru 2014-2015 ini.

No comments: