Wednesday, June 01, 2016

Mendambakan guru yang berkarakter

Aspirasi Guru, koran Wawasan, 28 Mei 2016

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Guru merupakan garda terdepan pendidikan yang langsung berhadapan dengan peserta didik. Dari tangan gurulah masa anak didik ditentukan. Baik buruknya pendidikan formal seorang anak manusia di sekolah berada di tangan guru.

Oleh karena itu karakter seorang guru yang layak diteladani merupakan dambaan stakeholder pendidikan. Prinsipnya dalam mengajar dan mendidik merupakan upaya meletakkan landasan karakter yang kuat dengan menanamkan kecerdasan Intelektuak, emosional dan sosial.

Segala sikap, tutur kata, tindak tanduk dan perbuatan guru baik dalam mengajar di sekolah maupun dalam kehidupan di masyarakat selalu menjadi sorotan. Seorang guru memiliki tangung jawab menanamkan nilai kehidupan kepada peserta didik. Guru harus memperhatikan empat hal, penampilan yang menarik, komunikasi yang bagus, kinerja sepenuh hati dan pelayanan yang maksimal (Furqon Hidayatulah. 2012).

Beberapa fokus pemberitaan tindakan negatif guru, mulai tindakan asusila, kekerasan (bulying) kepada peserta didik, markup(penggelembungan) nilai, membolos selalu menjadi sorotan. Beragamnya peristiwa dilakukan oknum guru merupakan tinta hitam sikap, perbuatan guru yang tidak berkarakter.

Anomali guru merupakan penyimpangan moral, dedikasi, profesional, pendampingan dan kerjasama yang seharusnya perlu dibangun oleh guru di sekolah. Kenyataanya guru tidak mampu mengemban warisan kata bijak dari Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro. Bahwa guru harus bisa memosisikan dimana saja., Ing Ngarsa Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Lalu bagaimanakah mendamba guru yang berkarakter di era global saat ini?

Oleh karena itu berbagai tragedi pendidikan yang dilakukan oknum guru sangat mencoreng karakter ideal. Guru yang cerdas, berkompeten, perprinsip, sederhana, tertib, rajin, maju dan progresif, terencana, akuntabel (tanggung jawab), kridibel (berkualitas), kinerja yang cepat tanggap, melakukan evaluasi dan inovasi.

Menancapkan fondasi karakter guru yang mengakar dalam pribadi. Sehingga pendidikan tidah salah arah dan tujuan. Karakter akan membentuk kepribadian bangsa yang kuat. Dari sudut psikologis kepribadian sebagai satu kesatuan utuh dan dinamis dari berbagai karakter fisik, mental, moral, sosial dalam diri seorang individu sebagai tampak di depan orang lain (J. Drever. 1976). Lalu sudah siapkah guru dalam melaksanakan pendidikan Indonesia menunjukan kualitas dengan karakter yang teguh? Pasalnya pendidikan di sekolah bukan cuma memberikan pengetahuan (knowledge), tetapi melengkapi siswa dengan sikap (atitude), ketrampilan (psikomotorik), kemampuan dan karakter.

Dimulai dari keteladanan guru yang menjadi ujung tombak pendidikan. Karena para guru sampai saat ini terjebak untuk mengajarkan pancapaian nilai akademis semata dengan terpusat pada hasil Ujian Nasional (UN). Sedang masalah non akademik, pembentukan karakter , sikap etos kerja, nasionalisme termasuk soft skill terabaikan. Maka layaklah emosi guru lekas terpancing bila tidak sejalan dengan harapan karena tekanan tuntutan dari berbagai pihak (Institusi, masyarakat dan Orang Tua)

Berkarakter

Mendambakan guru yang berkarakter harus secara holistik (menyeluruh) yang menghubungkan antara dimensi moral, etika pendidikan dengan ranah sosial dan sipil. Sikap dan nilai dasar ini dikomunikasikan, diidentifikasikan dari masyarakat dan diteguhkan lewat pendidikan di sekolah. Roda pendidikan dari tanggung jawab guru berkarakter kuat. Memiliki nilai tambah, meningkatkan mutu pendidikan. Kewibawaan, ketegasan, kedisiplinan, tanggung jawab, rasa sosial, sabar, kasih sayang, simpati, empati dan moralitas guru terbentuk.

Kesepakatan pemahaman dan aktualisasi pelaksanaan dalam keseragaman pendidikan ditegaskan. Paling tidak disamakan persepsi dalam kebutuhan bahwa guru harus cerdas, berkualitas, inspiratif dan mempunyai niat, kesungguhan, hati nurani dalam bekerja untuk mencerdaskan anak bangsa dengan melakukan pendampingan secara total.

Dalam bukunya Educating for Charakter, (Thomas Lickona.1991). Pendidikan karakter sebuah usaha sengaja untuk menolong orang agar memahami, peduli akan dan bertindak atas dasar nilai-nilai etis. Dari sini jelas sekali bahwa sebuah karakter merupakan bentuk bela rasa untuk mengerti, memahami, menolong, melaksanakan dengan semangat rela berkorban, olah hati, bela rasa, tabah hati, lemah lembut, berdisiplin dengan tidak melepaskan diri dari koridor norma yang berlaku.

Rhenaldi Khasali (2007) semakin menguatkan bahwa diperlukan Guru inspiratif yang akan membentuk bukan hanya satu atau sekelompok orang, tetapi ribuan orang. Satu orang yang terinspirasi menginspirasi lainnya sehingga sering terucap kalimat "Aku ingin jadi seperti dia" atau "Aku bisa lebih hebat lagi".

Mengidealkan guru idola, pondasi karakter harus di kedepankan. Sebab peserta didik umumnya akan mengenang, mengingat dan meniru apa yang diwariskan oleh guru. Beban berat guru untuk mentransformasikan nilai positif setiap saat demi pendidikan yang beradab. (long life education). Hulu pendidikan sibentuk dari fondasi guru berkarakter.Modal untuk menjadikan manusia berbudaya. Jembatan perubahan sistem pola pikir (mindset), sebab pendidikan merupakan sebuah proses. Nilai (value) dan kepribadian ditransformasikan kepada peserta didik sebagai karakter pribadi, karakter masyarakat dan bangsa.

FX Triyas Hadi Prihantoro (Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta)

No comments: