Saturday, November 06, 2021

Hidrometeorologi, Banjir dan Mitigasi

OPINI Kedaulatan Rakyat (6/11/21)

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Awal nopember 2021 ini beberapa peristiwa banjir terjadi di tanah air, seperti halnya banjir bandang di Batu Malang Jawa Timur (4/11/21). Banjir sebagai peristiwa hidrometereologi merupakan bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter meteorologi. Bisa dikatakan bencana yang dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan meteorologi seperti angin, curah hujan, kelembapan, temperatur.

Seperti dikatakan oleh kepala Sub-bidang Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Agie Wandala, bahwa, bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dampaknya dipicu oleh kondisi cuaca dan iklim dengan berbagai parameternya. Beberapa paramater di antaranya adalah peningkatan curah hujan, penurunan curah hujan, suhu ekstrem, cuaca esktrem seperti hujan lebat yang disertai angin kencang serta kilat atau petir, dan lain sebagainya.

Perubahan iklim

Bagaimanapun kondisi saat ini sering terjadi perubahan iklim/cuaca yang radikal. Menurut BMKG ada enam daerah di Indonesia di bulan nopember 2021 ini waspada banjir. Enam daerah tersebut adalah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Mereka termasuk di antara sepuluh wilayah dengan potensi dampak hujan lebat dengan kategori Siaga. Kewaspadaan terhadap bahaya banjir karena dampak La Nina.

Bencana banjir sendiri merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau non alam maupun manusia. Sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Kondisi geografis Indonesia sangat rawan terjadinya bencana (banjir). Sayang sekali tingkat pengetahuan akan pencegahan, antisipasi, rehabilitasi pasca bencana kurang menjadi habitus bangsa. Kesigapan dalam memprediksi datangnya bencana serta melakukan pertolongan pertama kurang dipahami, dimengerti dan diaplikasikan. Bila korban jiwa sudah banyak baru di evaluasi dan diantisipasi.

Seperti tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaran Penanggulangan Bencana. Dalam pasal 1 ayat 6 bahwa mitigasi bencana sebagai rangkaian upaya mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Sebagai upaya bentuk dari kesiapan “menyongsong” banjir. Mulai antisipasi dengan perencanaan, mengatur sumber daya, mempelajari dampak. Edukasi mengurangi beban bencana dan upaya menerapkan rencana dan memantau progress demi rehabilitasi kembali. Menurut Suparta (2004), banjir adalah aliran air yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai atau saluran yang ada.

gotong royong

Kondisi sekarang di perkotaan resapan cenderung tidak ditemukan dan warga belum punya kesadaran membuang sampah pada tempatnya. Wilayah ini sangat rentan terhadap banjir sering terkena dampaknya. Mengingat kondisi kota yang berada di dataran rendah, justru banyak tertutup dengan aspal, bangunan beton, betonisasi dan lainnya, membuat air tidak dapat meresap ke dalam lapisan tanah dan meluap mencari daerah yang rendah.

Saat terjadi banjir membuka kesadaran. Sikap gotong royong, saling menolong, membantu sebagai peristiwa dadakan. Mitigasi dan kesiapan penanggulangan tidak sekadar bersifat informatif, tetapi terlebih-lebih bersifat etis. UU Nomor 24 Tahun 2007, dikatakan bahwa Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana

Mitigasi sebagai upaya dalam penanggulangan banjir butuh kesiapan baik pencegahan, tanggap, rehabilitasi dan normalisasi. Disini edukasi memegang kunci. BLarangan membuang sampah di sepanjang sungai, pencegahan penggundulan hutan dan tanggap akan program reboisasi (penghijauan) bisa dididikkan sejak dini. Karena pemikiran recovery pasca banjir membutuhkan biaya dan tenaga. Sudahkah edukasi secara masif dilakukan?

FX Triyas Hadi Prihantoro (Guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang)