Wednesday, October 18, 2017

Ekspektasi Membaca dan Literasi

OPINI Kedaulatan Rakyat (18/10/2017)

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro



Sudah tahun ke 3 (ketiga), Kementrian Pendidikan Kebudayaan (kemendikbud) menggerakan penumbuhan budi pekerti (PBP). Salah satu program yang wajib dilaksanakan di semua jenjang sekolah dengan gerakan literasi di sekolah (GLS). Pertanyaanya, sejauh mana program ini diimplementasikan sehingga menjadi budaya?

Pasalnya salah satu warisan utama yang strategis dari sekolah (guru) terhadap anak didiknya adalah membudayakan kebiasaan berliterasi (membaca, menulis). Menuruit Tarigan (2008), membaca adalah proses yang dilakukan serta dipergunakanoleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendk disampiakn oleh penulis media kata-kata/bahasa itu. Dalam hal ini, membaca adalah suatu usaha untuk menelusuri makna yang ada dalam tulisan. Dengan memberikan pendididikan dan kebiasaan berliterasi merupakan salah satu modal masa depan yang lebih cerah. Mengoptimalkan membaca bernilai strategis demi mengoptimalkan pendidikan karakter yang menjadi harapan dari pendidikan abad ke 21 (dua satu).

membiasakan

Sosialisasi dan ajakan peserta didik gemar membaca menjadi budaya massif dilaksanakan. Seperti dikatakan Ketua Dewan Pendidikan Kota Yogyakarta, Dr Ariswan. Masih rendahnya tingkat baca di masyarakat tidak hanya tanggungjawab sekolah namun membutuhkan sinergitas antara keluarga dan masyarakat (KR. 13/10/17).

Sebuah harapanselain menjadi budaya di sekolah, kebiasaan membaca harus mendapatkan dukungan stakeholder pendidikan. Karena budaya (membaca) merupakan pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (KBBI,2007: 169). Harjasujana dan Mulyati (1997:5-25), berpendapat bahwa membaca merupakan perkembangan ketrampilan yang bermula dari kata dan berlanjut kepada membaca kritis.

Membaca dalam ekspetasi (harapan) dalam literasi berefek pada kepekaan, kritis, kemampuan menganalisa dan hanya memerlukan sedikit sentuhan akan lebih kreatif, inovatif dan mandiri. Akal dan imajinasinya cepat beradaptasi dengan pemikiran baru dan lebih suka mencari tantangan baru. Pasalnya berdasarkan studi “Most Littered Nation in the World” yang dilakukan oleh Central Connecitut State University, Indonesia menempati urutan ke 60 dari 61 negara soal minat baca (Maret 2016). Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilisnya tahun 2012 mengenai membaca dan menonton anak-anak Indonesia, bahwa sebanyak 17,6 Persen anak Indonesia memiliki minat baca, sedangkan yang memilkik minat menonton mencapai 91,67 persen.

Seperti di sosialisasikan Kemendikbud bahwa ada 15 (lima belas) manfaat membaca. Yaitu dapat menstimulus mental, mengurangi stress, menambah wawasan dan pengetahuan, memperkaya kosa kata, meningkatkan kualitas memori, melatih ketrampilan berfikir dan menganalisa, meningkatkan fokus dan konsentrasi, melatih untuk menulis yang baik, memperluas pemikiran seseorang, meningkatkan hubungan sosial, membantu mencegah penurunan fingsi kognitif, meningkatkan empati seseorang, mendorong tujuan hidup, membantu kita terhubung dengan dunia luar dan dapat lebih berhemat.

Maka perlu kajian yang lebih komprehensif dalam membudayakan membaca demi mengaktualisasikan budaya literasi sebagai ekpektasi bangsa. Sebuah bahan refleksi dari Endang Fauziati (2016), rendahnya kemampuan peringkat literasi membaca anak-anak Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: pertama, tradisi budaya lokal kita masih dominan budaya lisan (orality), bukan budaya tulis. Kebanyakan orang Indonesia lebih senang memperoleh informasi melalui mendengarkan atau melihanya lewat televisi; Kedua, Kebiasaan membaca merupakan determinisme genetis, yaitu merupakan warisan orang tua. Seseorang yang gemar membaca umumnya dibesarkan dari lingkungan yang gemar membaca. Ketiga sarana prasarana untuk memperoleh bacaan minim serta harga buku-buku bacaan cukup mahal.Sehingga, orang tua tidak terbiasa membelikan buku bacaan tambahan untuk anaknya. Maka membeli buku cukup yang diwajibkan oleh sekolah saja.

ekspektasi

Seharusnya ekspektasi membaca dalam literasi berkolaborasi dalam kemitraan keluarga dan masyarakat. Keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama. Keterlibatan keluarga dan budaya mayarakat dalam habitus membaca adalah sebuah keniscayaan bila sudah terbangun. Berbagai studi menunjukkan bahwa keterlibatan keluarga dan lingkungan masyarakat dalam pendidikan dapat meningkatkan budaya membaca.

Kerjasama dan keselarasan membaca yang dilakukan di sekolah, keluarga dan masyarakat merupakan kunci dari budaya literasi. Begitu pula rambu-rambu budaya membaca di buat seefektif mungkin sehingga menumbuhkan minat dan niat secara holistik. Membaca tidak bisa hanya ajakan tetapi langsung praktek dan dilakukan terus menerus.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta)