Sunday, June 30, 2019

Quo Vadis PPDB Zonasi

dimuat dalam opini Tribun Jateng 25/6/19

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) sistem zonasi sedang menjadi perbincangan publik. Pro dan kontra komentar menghiasi berbagai jaringan media sosial. Bagi yang setuju akan mengamini alasan pemerintah yang sudah sejak tahun 2016 menerapkan sistem ini. Sedang yang menolak karena putra-putrinya tidak terakomodasi di sekolah favorit yang di idamkan.

Berdasarkan Permendikbud no 51 tahun 2018 tentang PPDB, bahwa proses penerimaan tahun ini malalui sistem zonasi dan rayonisasi, seperti tertulis dalam  pasal 5 ayat 1 bahwa PPDB dilaksanakan melalui mekanisme dalam jejaring (daring/online) 5 ayat 2 mekanisme luar jejaring (luring/offline). Sistem zonasi menurut  Mendikbud, Muhadjir Effendi bahwa sistem ini akan menghilangkan kasta sekolah. Sistem zona untuk pemerataan hak anak untuk memperoleh pendidikan dan diberlakukan bukanlah nilai atau kemampuan ekonomi melainkan jarak domisili dengan sekolah.

Menjelang PPDB online, bagaikan tradisi tahunan, Dinas Pendidikan dan Olah raga (Dispora) kota/kabupaten bagaikan pasar tumpah. Tamu tak diundang datang guna meminta rekomendasi prestasi maupun tambahan nilai lain. Begitupun kecamatan dan Dinas catatan sipil (Disdukcapil) kabupatan/kota mengalami hal yang sama, tujuannya rekomendasi kependudukan melalui kartu Keluarga (KK) sebagai salah satu syarat zonasi.

Disini pejabat pendidikan dan pemerintahan  daerah diuji mentalitasnya. Pasalnya yang datang tidak hanya mereka yang berprestasi tetapi tidak sedikit mereka yang merupakan anak pejabat “tinggi” maupun orang “besar.” Pengujian kenetralan bersiteguh untuk melaksanakan aturan yang telah disepakai. Tebang pilih kadang terjadi mengabaikan revolusi mental yang digelorakan presiden Jokowi.

Dalam pelaksanaan PPDB online setiap SMP/SMA sederajat akan mengirimkan kuota kelas atau jumlah peserta didik yang diterima. Secara otomatis peserta didik yang mendaftar akan di data, dan muncul passing grade (angka terendah) total nilai yang diterima di sekolah. Setelah ditambah poin dari prestasi (olah raga/akademis/seni) dan sebagai anak guru.

Beberapa kriteria yang menjadi batasan bagi sekolah negeri favorit wajib menerima keluarga miskin (gakin) sebanyak 20 % dan menerima peserta didik luar kota sebanyak 5% sesuai syarat yang ditentukan dari kapasitas jumlah kelas/peserta didik yang diterima. Begitu pula kuota untuk sistem zonasi adalah 90 persen dari total keseluruhan jumlah peserta didik yang diterima (pasal 16 ayat 2 dan 3) Permendikbud no 51 tahun 2018.

Dalam PPDB jenjang Dikmen diterapkan konsep rayonisasi, meskipun kadang banyak terjadi penyimpangan dengan usaha mendapatkan kartu keluarga miskin (Gakin). Sehingga muncul sikap rightful authority claim, merasa paling berhak atas wilayahnya (rayon), sehingga memunculkan sikap egois dan mengikis rasa persatuan. Pada prinsipnya sistem  zonasi dibutuhkan ketegasan sebagai regulasi terhadap keadilan dalam PPDB online itu sendiri.  Prinsipnya semua sekolah mempunyai visi dan misi yang sama termasuk keprofesionalan pendidik dan tenaga pendidikan dalam pengelolaan. Semuasekolah layak mendapatkan keadilan dan kesempatan dalam melaksanakan KBM.

Bila ada sekolah favorit yang melanggar kesepakatan harapannya langsung diberi sanksi karena memanfaatkan aji mumpung. Tegas dan tega memang kadang berbeda tipis, pasalnya mudahnya oknum melakukan lobby maupun suap. Demikian halnya saat orang tua peserta didik baru tidak melakukan PPDB sesuai prosedur wajib di diskualifikasi. Seperti halnya banyak orang tua harus antre dan menginap di sekolah yang dituju demi pemenuhan kuota. Seperti diatur dalam pasal 26 ayat 2 : Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka yang diprioritaskan adalah peserta didik yang mendaftar lebih awal.

PPDB sistem zonasi tahun ajaran 2019/2020 SMP/SMA sederajat, penuh dinamika karena menyangkut berbagai kepentingan.  Meskipun dasar syarat dan ketentuan PPDB telah ditetapkan menggunakan prinsip legalitas, obyektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan berkeadilan. Namun masih belum bisa sempurna, arena secara teknis dan akal sehat belum mampu memuaskan semua pihak. Bila masih berpolemik, quo vadis (mau dibawa kemana) PPDB sistem Zonasi?  

  FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP Pangudi Luhur Domenico Savio Semarang)

Narkotika dan Pendidikan Karakter

OPINI KR 28/6/2019

oleh FX Triyas Hadi Prihantoro

Penyalahgunaan narkotika sangat mengancam generasi muda. Menurut laporan Badan Narkotika Nasional (BNN), Indonesia Darurat Narkoba Sejak 1971 sampai sekarang, sebanyak 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari karena penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi dalam setahun, ada sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karena penggunaan narkoba. Angka itu belum termasuk 4,2 juta pengguna narkoba yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak dapat direhabilitasi.

Melihat data banyaknya korban dari penyalahgunaan narkoba menjadi keprihatinan bersama. Seperti data BNN sebanyak 22 persen pecandu Narkoba adalah pelajar dan mahasiswa dan 14.000 adalah anak-anak. Sungguh data yang perlu menjadi pemikiran bersama. Bagaimana upaya menyelamatkan generasi muda dari jerat narkoba. Padahal dalam pendidikan selalu ditumbuhkan penanaman pendidikan karakter. Lalu sejauh mana penanaman karakter, karena senyatanya banyak generasi muda yang tidak peduli akan masa depannya. Justru terjerumus dalam lingkaran narkoba yang semakin massif. Bahkan presiden Joko Widodo, pada Februari 2015, menyatakan, Indonesia gawat darurat narkoba.

Narkoba

Sudah banyak usulan yang ditujukan kepada pemangku kepentingan (discision maker) pendidikan anti narkoba masuk dalam kurikulum. Apalagi dalam kurikulum 2013 (kurtilas) pendidikan karakter menjadi salah satu tujuan penilaian. Penilaian sikap spiritual, moral dan etika menjadi parameter yang harus menjadi pengamatan yang masuk dalam laporan di tiap semester. Dari sini membuktikan keseriusan dalam pendidikan untuk membentuk manusia sebagai insan yang baik dan berkarakter.

Keseriusan lain dari institusi pendidikan setiap masa jeda (usai test) sampai pada penyampaian laporan (raport). Salah satu kegiatan yang dimasukkan biasanya pendidikan anti narkoba, yang disampaikan oleh BNN maupun kepolisian. Hal itu menunjukkan bahwa para guru di sekolah juga memiliki kepeduliaan akan nasik anak didiknya akan bahaya narkoba. Karena mereka sadar bahwa penyimpangan narkoba akan mengubah pendidikan karakter itu sendiri. Karena dengan kegiatan pendidikan anti narkoba akan menghindari penyalahgunaan narkoba serta upaya melawan penyalahgunaan obat-obatan, dan penjualan obat secara ilegal. Narkoba memang perlu pengenalan sejak dini agar peserta didik menjadi tahu akan sebab akibat dan mengerti jenis jenis narkoba itu sendiri. Selaian penguatan pendidikan karakter yang diberikan secara massif.

Karena hakekat dari pembangunan harus dilandasi pendidikan karakter yang kuat. Pembangunan fidik bagus namun pendidikan karakter gagal, bagaikan usaha yang sia sia. Telalu lama membangun pendidikan karakter namun pembangunan fisik akan mudah diperbaiki dan dipulihkan kembali dengan segera. Kunci pembangunan adalah diolah oleh bangsa yang sehat, terutama mental dan karakter maka harus bebas dari narkoba.

Penetapan hari anti narkoba Internasional sendiri dicanangkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada 26 Juni 1988. Dengan mengambil momen pengungkapan kasus perdagangan opium oleh Lin Zexu (1785-1851) di Humen, Guangdong, Tiongkok. Pemerintah Indonesia juga harus secara serius dalam penanganan penyalahgunaan narkoba. Tidak hanya dengan keberhasilan penangkapan bandar-bandar besar namun bagaimana upaya mencegah dan memberantas agar tidak mudah masuk ke generasi muda. Orang muda mulai dicegah melalui pendidikan karakter yang baik. Bila mengacu amanat dari syair lagu kebangsaan ,” bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia Raya.” Disini jelas tersirat bahwa pembangunan karakter di utamakan, maka lawanlah narkoba yang dapat menggerus semangat untuk maju.

Revolusi karakter

Demi melawan dan mencegak penyalahgunaan narkoba, pemerintah harus melakukan revolusi karakter bangsa melalui penataan dan implemantasi kembali pendidikan karakter. Melalui optimalisasi pendidikan spiritual dalam pendidikan agama dan pendidikan moral dalam pendidikan Kewarganegaraan dengan semangat cinta tanah air dan bela negara. Demikian halnya dalam pendidikan berbasis pengetahuan alam dan oleh raga sebagai pendukungnya. Prinsipnya pendidikan karakter harus dimulai dan digalkkan sejak pendidikann usia dini (PAUD) demi melawan narkoba sejak dini.

Paling tidak di pemerintahan lima tahun berikutnya, Presiden Jokowi diharapkan memprioritaskan atau mengimplementasikan sumber daya manusianya (SDM) di pendidikan karakter dalam revolusi mentalnya. Bangsa yang kuat, tangguh jika mantal, jiwa dan karakternya kuat.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMP PL Domenico Savio Semarang)