Tuesday, May 10, 2016

Mewujudkan Sekolah Berintegritas

WACANA, SUARA MERDEKA, 10 Mei 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

SAAT pelaksanaan ujian nasional (UN) SMA, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mem-broadcast pesan kepada peserta UN dan orang tua, untuk melaksanakan kejujuran, melakukan revolusi mental dan menegakkan Integritas dalam UN.

Bagaimana dengan UN SMP yang berlangsung 9 sampai 12 Mei 2016? Kepala Pusat Pendidikan Kemendikbud, Nizam juga akan mengumumkan sekolah berintegritas rendah dalam UN 2016. Karena UN mengutamakan kejujuran dan berintegritas.

Upaya ini, penulis sikapi sebagai upaya mewujudkan pendidikan bermutu dan berkualitas. Seperti catatan penulis, Mendikbud memberi apresiasi kepada 503 sekolah (21/12/15) dari 17.000 sekolah dengan capaian Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) dan nilai UN (NUN). Semboyan dan slogan UN ”Jujur yes, prestasi yes,” dan pakta integritas, terbukti dihargai.

Sebagai penghormatan usaha pelaksanaan UN yang bersih, jujur dan akuntabel, jauh dari penyimpangan dan praktik kecurangan. Dari apresiasi UN tahun 2016 diharapkan meningkat tingkat kejujurannya. Apalagi UN 2016 dengan jumlah peserta 7,6 juta siswa tingkat SMP/SMA sederajat. Sebanyak 927.000 siswa di antaranya yang tersebar di 4.402 sekolah memakai sistem UN berbasis computer (CBT).

Pakta kejujuran( integritas) yang selalu dilaksanakan pemerintah daerah/pusat, UN dan apresiasi sekolah berintegritas sebuah mata rantai. Awalnya bentuk kegalauan dari penyelengara UN, Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). UN yang sarat dengan penyimpangan dan kecurangan. Pakta Integritas, belum mempan untuk menegakkan kejujuran. Banyak pelaku pendidikan bebal dan tetap berusaha melakukan kecurangan.

Baik dilakukan siswa, guru, pengawas bahkan kepala sekolah. Padahal berbagai bentuk tipe soal dari soal Adan B, 5 (lima) macam, sampai 20 (macam) soal diujikan, toh kecurangan masih selalu ditemukan, dan semakin bervariatif. Maka publikasi sekolah berintegritas tinggi dan rendah layak di apresiasi sebagai upaya pembelajaran bermutu.

Kelaziman

Apabila dulu rakyat yang melaporkan kecurangan justru mendapat ganjaran berupa hukuman sosial dari sekitarnya. Kini justru Negara secara aktif mengumumkan secara transparan, lengkap dan terbuka potret integritas dalam pendidikan kita dengan penghargaan (Kemendikbud. 2015) Sebuah kelaziman pembentukan tim sukses, mencari bocoran soal, penggunaan alat telekomunikasi dan menyebarkan kunci jawaban.

Sebuah tindakan yang sering mewarnai saat penyelengaraan UN. Kehendak melakukan kecurangan berkaitan dengan keinginan nama baik sekolah terjaga, dikenal, dipercaya karena keberhasilan mengentaskan siswanya lulus UN. Apalagi bila sampai berpredikat lulus 100 %, decak kagum, tepuk tangan , banyak ucapan selamat mengalir.

Apresiasi UN menjadikan hal itu tidak berlaku, apabila ditemukan kecurangan di dalamnya. Begitulah yang seharusnya apresiasi terhadap sekolah. Pemetaan, pemberiaan penghargaan dan pengumuman sekolah berintegritas rendah sebagai bentuk upaya meningkatkan kualitas pendidikan. UN tidak hanya membentuk manusia yang berkualitas dalam bidang akademik (kognitif) dan sains saja, melainkan lebih dari itu.

Yaitu membentuk manusia Indonesia berkarakter, berkepribadian baik, berakhlak,berkomitmen, berpendirian, bermoral, berbudi pekerti, beretika dan berbudaya Kemendikbud sudah mulai membangun kesadaran kolektif di antara semua stakeholder pendidikan sehingga UN dapat berjalan dengan baik, dengan mengutamakan sikap jujur. Pelaksanaan UN CBT dan paper test, jujur dan kredibel akan terus dilanjutkan hingga tingkat kepala sekolah, guna meminimalkan kemungkinan tindak kecurangan. Begitu banyak manusia pintar di Indonesia, namun mengapa keadaan menyeluruh bangsa stagnan (tetap).

Bahkan menurut laporan United Nation Development Programe (UNDP), Human Development Index atau sumber daya manusia (SDM) bangsa Indonesia masih kalah dengan bangsa serumpun Asia Tenggara termasuk Vietnam. The Learning Curve Pearson 2014 – sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia – bulan Mei 2014 merilis data mengenai peringkat mutu pendidikan di seluruh dunia, dan Indonesia duduk di posisi terakhir dari 40 negara yang terdata.

Sedang The Good Country Index, bertujuan melihat hal-hal positif dari suatu negara yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia, melaporkan menempatkan Indonesia di peringkat 122 dari 125 negara untuk kategori perkembangan sains dan teknologi. Penyebabnya tak lepas dari minimnya manusia bermoral, berakhlak, berbudi pekerti luhur, jujur, dan beretika.

Konsistensi pelaksanaan UN dilandasi kejujuran dan berintegritas. Kelulusan 100 persen bukanlah selalu manjadi target utama. Namun kejujuran, disiplin dan kerja keras dengan hasil yang maksimal dapat menjadi spirit mempertahankan, menginternalisasikan, menanamkan dan mengoptimalkan pembentukan character building generasi muda. (50)

— FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta

No comments: