Monday, July 13, 2015

Mudik, konsep dan implementasi

OPINI Harian Joglosemar, Selasa 14 jULI 2015

Oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Mulai awal bulan puasa sampai 10 hari menjelang lebaran Aparat yang terkait dalam perlalulintasan sudah mulai mengatur konsep dan strategi penanganan arus mudik. Sebab penataan arus mudik yang setiap tahun terjadi selalu carut marut kondisinya dalam implementasi pelaksanaannya.

Dibuka dan diresmikannya ruas tol belumlah menjadi solusi yang mencerahkan. Seperti menjadi harapan Kapolri, Badrodin Haiti, bahwa momen lebaran semoga tidak diwarnai kedukaan dan menekankan jajaranya untuk mengantisipasi dalam mengatus lalu lintas mudik. (Kompas.com, 9/7/15).

Kasus kecelakaan di tol Cipali sebanyak 56 kasus padahal baru saja diresmikan sebagai indikasi kurang siapnya Pemerintah dalam penanggulangan risiko. Kecelakaan pada umumnya disebabkan oleh faktor manusia. Kurang disiplinnya para pengendara dengan beban berlebih, tidak patuh aturan dan kelelahan sebagai penyebab utama. Juga kelayakan kendaraan yang tidak optimal. Selain itu penyebab lain faktor topografi Indonesia yang bergunung dan berlembah serta klimatologis yang tidak menentu antara penghujan dan kemarau.

Pasalnya mudik kampung halaman sudah menjadi keharusan dan budaya masyarakat mulai dari kaum marginal sampai borjuis kota Jakarta. Mudik merupakan tradisi masyarakat Indonesia sebagai ”ritual” wajib. Tidak peduli dengan kesulitan mencari ”tumpangan” pulang kampung dengan berdesak-desakan di kereta api/bus/kapal, berhimpitan di jalan raya saat mengendara sepeda motor atau menggunakan mobil pribadi. Yang penting pulang kampung dan ketemu sanak saudara untuk bernostalgia dan melepas rasa kangen.

Ujungnya jutaan warga dari Jakarta pulang kampung halaman dalam waktu yang bersamaan. Fenomena tahunan mudik ke daerah asal untuk bersilaturahmi, beranjangsana, sungkeman kepada orang tua dan bertemu teman lama menjadikan Jakarta “senyap” sesaat. Satu sampai dua minggu sesudah lebaran, kembali Jakarta dipenuhi manusia yang ingin mengadu nasib sejalan dengan arus balik.

Tak ayal lagi, Kota Solo sebagai salah satu persilangan arus mudik akan mendapat ”berkah” luapan arus mudik. Akibat mudik diprediksi ada 14 titik di Kota Solo akan mengalami kemacetan. Menurut Kepala Dishubkminfo Yosca Herman Soedrajat mulai dari kawasan Manahan, Palang Joglo, Simpang Dawung, Simpang Panggung, Simpang Kerten, Jalan kapten Mulyadi, Simpang sebidang Purwosari. Sedangkan titik kemacetan diprediksi juga akan terjadi di simpang Girimulyo, simpang Tugu Wisnu, simpang Jajar, jalan Gajah Mada, simpang Sumber dan simpang tiga Masjid Mujahidin. Untuk tahun ini diprediksi, kemacetan akan semakin parah karena belum rampungnya proyek Jembatan Komplang. (Joglosemar 16/7/13)

Sebagai acara tahunan tentunya segala antisipasi dari Pemerintah tentang kemungkinan masalah yang timbul sudah matang dalam perencanaan. Sebab fenomena problematika yang selalu muncul selalu sama. Mulai dari mahalnya sampai kehabisan tiket kereta api, kapal laut, pesawat udara dan bus, kecopetan, pemerasan, penjambretan, kemacetan sampai kehilangan sanak saudara karena mengalami kecelakaan. Oleh karena itu pengawasan dan pembenahan infrastruktur (lalu lintas) khususnya jalan raya selayaknya menjadi prioritas.

Meski segala tatanan konsep sudah direncanakan secara matang namun tingkat kesadaran masyarakat masih rendah menjadikan banyak masalah timbul di lapangan. Meski kecelakaan saat arus mudik lebaran tahun 2014 menurun sebanyak 16.81 persen dari tahun 2013 sebanyak 3.675 kasus dan 3.057 kasus di tahun 2014. Namun pengawasan di jalur mudik tetap intensif.

Risiko

Sebenarnya pemudik sadar akan resiko yang diperoleh tetapi mudik dengan sepeda motor dilakukan disebabkan keterbatasan dan mahalnya ongkos angkutan umum untuk sampai ke desa asal. Menggunakan angkutan rakyat (bus dan Kereta api) diangap tidak praktis, efektif, efisisen dan memboroskan.

Sebab pendapat mereka mudik tidak hanya harus selalu berada di lingkungan rumah atau keluarganya namun perlu jalan-jalan ke tempat teman, saudara maupun ke tempat rekreasi/ wisata. Membawa motor saat mudik juga dapat menjadi ajang ”pamer” kepada handai taulan bahwa di Jakarta memang mudah mencari rejeki. Masalah lain dan sudah menjadi tradisi pula memanfaatkan suasana lebaran ongkos angkutan umum juga akan naik, mereka akan mremo, suasana lebaran ajang mengeruk untung yang besar. Maka segala resiko mengendari motor jarak jauh sering diabaikan demi sebuah kehendak untuk menghindari segala ”pungutan” yang tinggi.

Berdasarkan keterangan Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang Susantono kenaikan jumlah penumpang arus mudik 2013 hanya sekitar 10 persen yang berasal dari semua jenis transportasi, baik darat, laut dan udara. Total pemudik antara 18 juta sampai 20 juta. Hasil survei dilakukan potensinya dari arah 12 kota-kota utama itu kota besar yang terakumulasi seperti Jakarta, Surabaya, Medan. Diprediksi dalam arus mudik tetap ada peningkatan jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan pribadi, yakni sepeda motor. (lensa Indonesia.com)

Kondisi

Bisa dibayangkan bagaimana nanti menjelang H-7 sampai hari Lebaran kondisi jalan utama dan alternatif menuju Jawa Tengah. Dipastikan nuansa antrean kemacetan, kesemrawutan dan kelelahan pemudik menjadi fenomena. Oleh karena itu saatnya pembenahan sistem yang membuat pemudik aman dan nyaman perlu dipikirkan secara matang.

Sebab arus mudik juga selalu dipantau oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat, Media massa (cetak dan elektronik) dengan memberitakan. Bahkan media elektronik mempunyai program siaran langsung. Pemudik khususnya pengguna motor akan mendapat prioritas pengawalan dari Aparat. Segala kesalahan akan mudah terdeteksi dan tersebar informasinya.

Bila dinalar, mudik dengan menggunakan sepeda motor kadang tidak masuk di akal. Menurut Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Ditjen Perhubungan Darat Dephub bahwa sepeda motor hanya layak di pakai di dalam kota dan tidak layak dipakai antar kota apalagi antar propinsi. Apalagi sepeda motor yang seyogyanya hanya boleh diperuntukkan bagi maksimal dua orang namun diisi tiga sampai empat orang. Belum lagi aneka barang bawaan yang menyertai pemudik motor. Menjadikan fenomena keanehan di jalan raya layak menjadi tontonan yang menarik sekaligus memilukan dan menyedihkan. Sebab penumpang lainnya kebanyakan anak di bawah umur bahkan masih bayi.

Oleh karena itu demi keselamatan bersama, perlu sebuah komitmen dari Pemerintah dan masyarakat. Pemerintah melalui petugas lapangan (Polisi dan petugas DLLAJR) dengan melibatkan Aparat Pemerintahan Kelurahan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) gencar melakukan sosialisasi tentang kesiapan mudik yang santun, tertib, aman dan nyaman.

Berbagai himbauan berupa perintah dan larangan selama perjalanan mudik terkhusus bagi pengendara motor harus selalu disosialisasikan. Dengan mematuhi segala peraturan yang tertulis dalam UU Lalu Lintas dan Jalan Raya. Mulai dari perlengkapan sepeda motor, perlengkapan pemudik sampai jumlah penumpang. Perlu digaris bawahi bahwa tidak ada dispensasi /toleransi bagi pelanggar aturan, sanksinya tegal dengan tilang dan tidak boleh meneruskan perjalanan. Maka dimungkinkan mengurangi aangka kecelakaan lalu lintas.

Meski kondisi jalan raya sudah dinyatakan siap tetap perlu sikap kewaspadaan dan kehati-hatian dalam berkendaraan. Kedisiplin, kepatuhan, kesabaran dan ketertiban dalam berkendaraan diharapkan menjadi perhatian. Saling menghargai, menghormati, santun dan memberi kesempatan jalan bagi kendaraan roda empat atau lebih. Merupakan sebuah kebiasaan yang harus selalu dilakukan oleh siapa saja.

Namun demikian sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk ikut memfasilitasi pemudik yang menggunakan sepeda motor. Kesiapan mobil derek, pengawalan bagi pemudik motor yang ikut dalam jadwal komunitasnya berdasar asal dan perusahaan otomotif. Pembuatan Pos-pos penjagaan darurat (baru) beserta Pos paramedis (kesehatan)dengan petugasnya dalam jarak tertentu. Pemasangan rambu-rambu lalu lintas yang penting (jalan alternatif) serta penggantian yang telah usang. Begitu juga perlu kanalisasi tumbuhnya “pasar tumpah” yang menghabiskan badan jalan setiap menjelang lebaran

Karena banyak Pengusaha otomotif yang berkepentingan pula dalam arus mudik ini. Dalam pelibatannya tetap harus mengikuti konsep dan koordinasi dari Aparat Gabungan yang bertugas. Pengawasan (monitoring), pendampingan, pengawalan konvoi pemudik menjadikan savety (kemananan) bersama terjamin. Sebab Mudik sudah menjadi bagian dari program tahunan Pemerintah meski tidak tertulis dalam Undang-undang.

Usulan untuk mengangkut sepeda motor dan pemudik dengan menggunakan Kereta Api Barang/parcel, kapal laut juga layak diapresiasi. Karena dengan cara ini juga dapat meminimalisir angka kecelakaan dan mengurangi kepadatan arus lalu lintas. Oleh karena itu pemudik sepeda motor dengan jumlah penumpang lebih dari dua seyogyanya diwajibkan menggunakan jasa ini.

Oleh karena sebagai peristiwa tahunan, seharusnya segala perencanan sudah matang. Jangan sampai terjadi lagi ada protes dari anggota Komisi IV DPR bahwa “Pemerintah tidak pernah punya konsep matang dalam menyiapkan penanganan pemudik”. Sebab sudah sembilan tahun jadi anggota legislatif tetapi persoalan angkuan Lebaran sama saja karena gagal dalam implementasi.

No comments: