Tuesday, February 04, 2014

Pemilih Buta Aksara dan Pileg

Dimuat dalam OPINI, harian Joglosemar (3 feb 2014) Masalah dilematis yang dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Indonesia , karena masih banyak penduduk yang buta aksara. Sebuah data empirik yang terpublikasikan bahwa 40 % dari penduduk dunia dewasa masih buta aksara. Padahal kwantitas bangsa "melek huruf" menunjukkan kualitas bangsa itu, sehingga mampu bersaing dalam percaturan dunia. Persentase rata-rata nasional ketunaksaraan usia 15-59 tahun secara nasional berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 mencapai 5,02 persen dari jumlah penduduk di Indonesia yakni sebanyak 7,5 juta jiwa. Persentase rata-rata nasional ketunaksaraan usia 15-59 tahun secara nasional berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 mencapai 5,02 persen dari jumlah penduduk di Indonesia yakni sebanyak 7,5 juta jiwa. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemdikbud) sendiri terus menggalakkan komitmentnya untuk mencerdaskan bangsa dengan menargetkan dapat menekan angka buta aksara hingga 5 persen. Optimisme itu berdasarkan perkembangan penekanan buta aksara berjalan tahun 2004 hingga 10 persen dan akhir 2008 menjadi 5,9 persen. Melalui program Pendidikan keaksaraan yang ditangani Direktorat Jendral Pendidikan Nonformal dan Informasi (PNFI) Kemndikbud bertekad meningkatkan keberaksaraan penduduk dewasa (audult literaty). Kehendak membebaskan masyarakat bebas buta aksara sangat mendukung kesuksesan Pemilu Legislatif (Pileg). Pasalnya Pemilu 2014 sistem dan cara penggunaan hak suara berbeda dengan pemilu Legislatif tahun 2004. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu sistem pencoblosan nama Partai atau no. urut calon legislatif, nama calon legislatif dan Foto calon Dewan Perwakilan Daerah. Apabila jumlah warga yang masih belum mampu membaca dan menulis tinggi. Kemungkinan kertas suaranya akan rusak sehingga dikategorikan dengan golput prosedural (fenomena demokrasi yang tidak bisa dipenuhi). Kerusakan itu bukanlah kesengajaan tapi karena kondisi riil dari masyarakat yang masih belum melek aksara. Kekhawatiran ini sangat beralasan, sebab banyaknya caleg, minimnya sosilaisasi dan ketidak dekatan emosional (tidak kenal) antara caleg dengan pemilih. Sampai saat inipun penulis lihat banyak calon pemilih yang kebingungan. Sebagai contoh Pemilih Pemula (kaum terpelajar) di sekolah penulis saja masih bingung berkenaan partai peserta pemilu, nama caleg, tata cara pemilihan. Apalagi bagi pemilih yang masih buta aksara? Dimungkinkan kesalahan dalam penentuan pilihan dan ketidak mampuan mengingat, mengeja, memahami caleg yang sudah menjadi anganya buyar saat di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kerjasama Untuk meminimalisir Golput dari kelompok warga yang berkategori Buta aksara memang perlu kerjasama yang baik. Selain butuh kontinuitas sosilisasi, melalui pendataan dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terdaftar. Pendampingan, pembimbingan bagi para pemilih yang bingung oleh PPS. Bagi kategori buta aksara anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) harus ekstra kerja keras dengan menjelaskan tata cara membuka, mencoblos, melipat dan memasukkan kertas suara. Pengawasan, pendampingan dengan sukarela sangat diperlukan guna Pileg yang LUBER dan Jurdil. Upaya mewujudkn bebas buta aksara perlu kerjasama dari seluruh elemen bangsa. Kolaborasi kolektif dan holistik menjadikan sebuah kebutuhan. Sebab sinergi berbagai elemen (ormas/orpol), kalangan profesional, strata kehidupan dan budaya menjadi semua cita-cita cepat teraktualisasi. Tanpa dukungan, upaya inova-kreatif merupakan pencanangan program utopis demi meminimalisir suara yang rusak. Sehingga saat dibutuhkan seperti halnya dalam Pemilu legislatif, Kepala Daerah maupun Presiden tidak ada lagi keragua-raguan akan keabsahan dari suara para pemilih dengan sistem baru. Sebab warga negara bisa paham, mengetahui dan mengerti dari para calon yang sedang bersaing dan tata cara menggunakan hak suaranya. Bebas buta aksara dan Pileg perlu sekali pelibatan stakeholder pendidikan (mahasiswa, organisasi sosial (LSM), birokrat, pengelola dan pelaksana). Namun demikian upaya itu belumlah cukup tanpa diimbangi oleh keinginan penduduk yang belum melek huruf agar proaktif secara sadar terlibat di dalamnya untuk terus belajar. Butuh semangat dan kesadaran yang benar tumbuh dari pribadi masing-masing. Bisa membaca, menulis dan berhitung merupakan kebutuhan. Pelibatan tokoh masyarakatpun (ulama, pemuka adat, pastur, pendeta, rahib) juga penting. Sebab melalui sosok Kharismastik akan bisa membawa arah kemana biduk tujuan tersebut di bermuara. Berdasar jumlah melek huruf wilayah Solo Raya pada tahun 2005 masih sangat rendah kecuali kota Solo menjadikan sebuah kegalauan. Maka Tingkat Buta huruf sangat perlu ditekan serendah-rendahnya guna suksesnya pemberian suara Pileg 9 April 2014 dan Pilpres 9 Juli 2014. Karena sangat dibutuhkan kejelian, kepahaman, pengetahuan, ketelitian dengan kemampuan membaca dan menulis. Pengoptimalan pemilih buta aksara dengan mensinergikan kebutuhan budaya setempat menjadi penting. Sebab pola pikir yang telah berkembang berdasar alam lingkungan, tradisi, kebiasaan akan mudah beradaptasi. Dengan pemasukan pola-pola baru bersinergi situasi dan kondisi “alam budaya” dan tokoh lokal menjadi cepat ditangkat, dipahami dan diaktulisasikan. Apa yang menjadi harapan bersama bahwa pemilih buta aksara mempunyai nilai strategis dalam pileg. Sebab citra bangsa akan terangkat dengan SDM (Sumber daya manusia) yang berkualitas. Perlu diketahui bahwa tiap tahun HDI (Human Development Index) akan memberikan rekomendasi penilaian keberhasilan. Dari SDM yang mumpuni dapat meningkatkan perekonomian, kesejahteraan, daya saing, profesionalitas, kridibilitas dan kebudayaan masyarakat dalam menyongsong Pemilu. Upaya education for all (pendidikan untuk semua) dengan optimalisasi pemilih buta aksara tidak sebatas retorika belaka. Karena pendidikan yang dilakukan berdasar adaptif alternative merupakan kebutuhan bersama. Kelompok Buta Aksara dewasa harus masuk dalam Data Pemilih Potensial Pemilu (DP4), harapannya jangan sampai menjadi golput karena ketidakpahamannya dalam sistem dan tatacara Pileg 2014. Semoga. FX TRIYAS HADI PRIHANTORO Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakata

No comments: