Edukasi SUARA MERDEKA 28 September 2013
SOSIALISASI ketertiban berkendara bagi pelajar sudah sering digalakkan. Biasanya diberikan saat Masa Orientasi Siswa (MOS) SMP ataupun SMA, dengan materi bagaimmana berlalu lintas yang baik. Tujuannya agar pelajar paham, taat dan patuh peraturan berlalu lintas.
Namun dalam berbagai kasus pelanggaran berlalu lintas dan kecelakaan, justru kaum pelajarlah yang sering menjadi pelaku dan korban. Dengan demikian, menjadi pertanyaan, sejauh mana keefektifan pemberian sosialisasi berlalu lintas?
Dalam sebuah peryataan, Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Surakarta menyampaikan bahwa pelanggaran terbesar dalam berlalu lintas dilakukan oleh anak remaja usia 16 - 21 tahun (usia sekolah).
Berdasarkan ketentuan yang ada dalam UU No 22 Tahun 2009, pasal 77, ayat 1, bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan di jalan wajib memiliki SIM sesuai jenis kendaraan yang dikemudikan. Pasal 81, ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang harus memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Persyaratan usia, yakni telah berusia 17 tahun untuk SIM A, SIM C, dan SIM D (pasal 45, ayat 2 a).
Bila melihat usia pelajar SMP dan SMA yang masih di bawah 17 tahun, maka pelanggaran terjadi berkenaan tidak memiliki SIM. Namun, sampai saat ini, konsistensi penerapan aturan masih lemah. Meski pelajar SMP dan SMA akan menjadi prioritas pengawasan di jalan raya dalam menggunakan ken¬daraan bermotor, toh banyak aparat yang tidak tegas (memberi toleransi).
Tegas dan Tega
Seperti di kota Solo, kepolisian lalu linta sudah mendapat payung hukum dalam penerapan peraturan berkendara bagi pelajar. Yakni sebuah kesepakatan Program Tertib Ber¬kendara (PTB) dari MoU Pe¬merintah Kota (Pemkot) Sura¬karta, Dinas Perhubungan Ko¬munikasi dan Informasi, Kepo¬lisian Negara Republik Indon¬e¬sia dan Dinas Pendidikan dan Olah¬raga (Dispora). Dengan demkian, secara tegas larangan sis¬wa-siswi menggunakan ken¬daraan bermotor diterapkan dan diberlakukan.
Penerapan PTB diharapkan dapat mengurangi tingkat kasus pelanggaran berlalu lintas dan kecelakaan yang dilakukan oleh pelajar.
Dengan penuh ketegaan, aparat kepolisian dapat menegakkan aturan. Tidak boleh te¬bang pilih atau pilih kasih, ka¬rena faktor gender, ras, golongan atau dekat dengan penguasa. (24)
--FX Triyas Hadi Pri¬han¬toro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.
No comments:
Post a Comment