Saturday, July 08, 2017

Calistung (bukan) syarat masuk SD

Opini Kedaulatan Rakyat, Sabtu 8/7/17

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

KEMENDIKBUD selalu menegaskan tentang pelarangan melaksanakan tes baca, menulis dan berhitung (calistung) untuk masuk Sekolah dasar (SD). Seperti dikatakan Direktur Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Wowon Hidayat bahwa untuk masuk SD tidak boleh ada seleksi baca tulis (KR 5/7).

Namun tahun ajaran baru 2017/2018 beberapa sekolah (SD) favorit yang mensyaratkan memiliki ijasah TK/ PAUD harus lolos calistung. Lalu bagaimana dengan surat edaran dari Kemendikbud (Dirdas) dan Permendikbud no 17 tahun 2017 tentang Penerimaaan Siswa Baru (PSB).

Wajib Belajar


Dengan program wajib belajar 9 tahun, calistung sebagai syarat dihapuskan bahkan dilarang. Ketentuan PSB untuk SD/MI didasarkan pada usia dan kewilayahan, bukan keahlian (calistung) dan tes masuk. Maka dibutuhkan pula ketegasan Dinas Pendidikan untuk melakukan teguran dan sanksi bila ada SD yang melanggar. Karena untuk masuk SD syaratnya cukup umur, lokasi sekolah dekat dengan rumah dan usia minimal 7 tahun (KR 5/7).

Seperti juga diungkapkan oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh : ”Anakanak yang mau masuk sekolah itu (SD/MI) wajib diterima di sekolah di mana anak itu berada, sesuai dengan kapasitas. Sama sekali tidak dibenarkan adanya seleksi ujian masuk SD, baik berupa calistung maupun lainnya.” Ibaratnya kebijakan persyaratan calistung seolah memasung hak siswa untuk mengikuti pembelajaran SD yang menjadi pilihan dan ‘melawan’program pemerintah.

Meski sekolah negeri dengan embel-embel favorit tetap harus tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku. Karena secara legalitas tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Tidak dibenarkan bagi SD untuk melakukan tes dalam bentuk apa pun terhadap anak-anak yang akan masuk SD. Dalam pasal 69 ayat (5) jelas diatur , penerimaan peserta didik kelas I SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan calistung.

Pasalnya anak usia dini (balita) masa yang sedang berproses bermain dan menemukan jati diri. Meski banyak ditemukan anak belum berusia 6 tahun sangat fasih dan mampu calistung, karena keberuntungan memiliki orangtua kaya dan memiliki guru pribadi. Namun jelas sekali itu sudah menodai hakikat pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengutamakan bermain, berimajinasi dan berelasi dengan sesama.

Kriteria

Maka, saat calistung menjadi kewajiban kriteria syarat utama masuk SD/MI ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan Kebijakan Pemerintah (Kemendikbud). Apalagi dalam PAUD penekanan pada bermain dan belajar bergembira sebagai pembelajaran yang benar. Idealnya semua SD/MI menaati kebijakan pemerintah dan mendukung program wajib belajar sembilan tahun.

Pemaksaan calistung bisa menjadi beban peserta didik dan orangtua. Oleh karena itu demi menghargai hak anak agar tidak kehilangan masa kecilnya yang penuh kegembiraan, keceriaan dan kebahagiaan dalam bermain, perlu ada ketegasan. Calistung tidak lagi sebagai syarat masuk SD/MI menjadi habitus (budaya) bersama.

Penerapan rayonisasi (kewilayahan) dan kriteria usia dalam PPDB sangat manusiawi dan diterima akal. Pemerintah melalui dinas pendidikan dan kebudayaan selain mengeluarkan surat edaran juga monitoring dan evaluasi (monev). Melakukan pembinaan kepada Kepala SD/SMP dan mengedarkan publikasi/pamflet sampai tingkat Desa/kelurahan dan lembaga PAUD yang ada. Dewan Pendidikan wajib melaksanakan peran sebagai lembaga penyeimbang demi kelancaran pendidikan di kota maupun kabupaten. Tidak lupa peran masyarakat untuk proaktif dengan memberikan laporan/aduan kepada Pemerintah bila PSB SD/MI terjadi kejanggalan.

Radius jarak (kewilayahan) dan usia dalam penentuan siswa baru dari SD dan rumah lebih bersyarat. Mengurangi angka penculikan, kecelakaan, keterlambatan dan kemalasan dalam pembelajaran. Sehingga menuju pendidikan SD yang seimbang dan berkeadilan.

(FX Triyas Hadi Prihantoro. Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta. Artikel ini dimuat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Sabtu 8 Juli 2017)

No comments: