Thursday, November 24, 2016

Menjadi Guru delapan jam

Opini, Keadulatan Rakyat 25/11/2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Gagasan Mendikbud Muhadjir Effendy menyebut para guru nantinya wajib ada di sekolah selama 8 (delapan) jam mulai tahun ajaran 2017. Sebuah peraturan baru yang butuh sosialisasi, implementasi dan eksistensi. Akumulasi pelengkap kebijakan yang telah menjadi rumor dari full day school, libur hari Sabtu, tiadanya pekerjaan rumah dan aturan baru lainnya.

Apakah wajib 8 jam di sekolah sebagai alternatif solusi yang bijaksana dengan mengeliminasi kewajiban mengajar 24 jam untuk pemenuhan sertifikasi? Para guru tentu harap cemas menunggu isi dan lampiran dari aturan baru. Karena pada dasarnya aturan membawa konsekuensi tugas, hak dan kewajiban guru.

Dari kebijakan delapan jam kerja sehari itu, Kemdikbud berharap pendidik tak lagi dipusingkan menyusun laporan administratif di luar jam mengajar. Menurut Ketua PGRI Jateng, Widadi, ke depan guru tidak akan merasa ketakutan dengan beban menyusun laporan administrasi yang terkadang menyita waktu melebihi jam mengajar. Para guru sebenarnya ingin fokus mendidik murid, namun muncul tuntutan memenuhi kompetensi yang diikuti laporan administrasi.

Kompetensi profesional sesuai bunyi pasal 1 ayat (1) UU 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pendidik (guru) dan tenaga kependidikan berhak memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, pasal 40 aya1 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Profesional

Sedangkan menurut UU Guru dan Dosen Pasal 14 ayat 1 butir a, Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak : memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu jelas sekali bahwa jaminan kesejahteraan merupakan tanggung jawab negara. Banyak program kesejahteraan guru digulirkan, namun banyak pula yang tidak sampai pada sasaran. Menjadi guru 8 jam, juga harus sampai pada substansi dari kebutuhan guru, mendapatkan kesejahteraan.

Sayangnya mekanisme pemberian tambahan kesejahteraan selain gaji juga terbentur oleh aturan yang sama. Seperti halnya ketentuan 24 jam mengajar sesuai pasal 35 ayat (2) UU Guru dan Dosen Beban kerja guru sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.

Kewajiban guru 8 jam di sekolah apakah sebuah alternatif solusi demi tidak tercecernya pemberian tambahan jaminan kesejahteraan bagi guru. Wajib di sekolah 8 jam dengan waktu kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung 5 hari, total guru berada di sekolah selama 40 jam. Berarti melebihi 24 jam wajib yang diamanatkan UU Guru dan Dosen, apabila guru secara penuh berkonsentrasi di sekolah, tanpa tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya.

Dengan demikian konsentrasi fokus pembelajarannya pada siswa di sekolah dan mendapatkan hak karena telah melaksanakan kewajiban. Dalam UU Guru dan Dosen beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan (Pasal 35 ayat 1).

Mental

Wajib 8 jam di sekolah menguji mentalitas guru, harus mampu menyelesaikan semua kewajibannya. Semua pekerjaan diselesaikan di sekolah. Siswa maupun guru, tinggal mengoptimalkan perannya di lingkungan sehingga tudingan antisosial terbantahkan.

Bila mental guru masih curang, maka Kemendikbud melalui program monitoring dan evaluasi (monev) layak memberikan sanksi tegas. Peraturan baru akan sia-sia ketika orientasi guru masih pada pemenuhan hak (material) tanpa dilandasi semangat etos kerja. Butuh revolusi mental,melaksanakan tugas dengan tekun, kerja keras, disiplin dan inovatif.

Harapan baru, guru tidak lagi mengalami belenggu kemiskinan finansial, kreativitas, kultural, emosional, intelektual, spiritual dan material. Prinsip utama dalam melaksanakan aturan sesuai dengan kehendak semua pihak, bila dilandasi semangat kejujuran, kedisiplinan, tertib administrasi dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. ❑ - k

*) FX Triyas Hadi Prihantoro, Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.

No comments: