Tuesday, September 06, 2016

Cegah Radikalisme Melalui Pendidikan

OPINI, Tribun Jateng, 6 September 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Aksi Bom Bunuh diri di Gereja Katolik Santo Yosef Medan (28/8/16) mengingatkan Konperensi World Islamic Economic Forum (WIEF) ke 12 tahun 2016 di Jakarta yang bersepakat, kemiskinan, kebodohan dan pengangguran akar radikalisme. Maka pendidikan solusi agar generasi muda tidak terjebak gerakan radikal.

Sepanjang 2016 ini, serentetan kejadian serupa juga terjadi. Sebelumnya 14 januari 2016 terjadi Bom Thamrin dan 5 Juli Bom di Solo. Menurut data Global Terrorism 2007, telah terjadi total 421 kasus terorisme, dimana lebih 90 persen tindak terorisme terjadi di akhir Orde baru hingga memasuki era demokrasi (Friastuti. 2013)

Bagaimana cara meredam dengan deradikalisasi, menjadi bagian program Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dalam The General Briefing on Counter-Terrorism di Jakarta, Selasa (19/4/16). Jendral Pol. Drs. Tito M. Karnavian, MA, PhD mengatakan, terorisme sudah menjadi masalah global sehingga butuh kerja sama internasinal untuk mengatasinya.

Namun aksi penyusupan dan pendoktrinan radikal secara massif bersama masyarakat juga makin gencar. Penutupan situs radikal tidaklah cukup, maka butuh pendidikan deradikalisasi di pendidikan. Kerjasama Internasional dibutuhkan dan digalakkan. Seperti dalam The General Briefing on Counter-Terrorism.

Hal ini penting karena rata-rata pelaku teror dilakukan oleh orang muda. Dan mereka biasanya direkrut sebagai calon bomber (pelaku bom bunuh diri) sejak usia sekolah. Penanaman ideologi yang melanggengkan segala cara bagi yang menjadi musuh harus dicegah dengan pendidikan deradikalisasi.

Juru bicara BNPT, Irfan Idris mengatakan bahwa pihaknya secara intensif melakukan sosialisasi dan bekerjasama dengan sejumlah universitas di Indonesia. Sektor pendidikan menjadi penekanan seperti universitas, pesantren, anak sekolah menengah dan rumah ibadah sebagai obyek pencegahan paham radikalisme.

Menurut Setara Institute (2014), terkait survey tentang hubungan antara terorisme dengan organisasi agama radikal di tanah air terlihat lebih banyak anggota masyarakat yang memberikan pernyataan negatif. Dinyatakan ada hubungan 27,8 %, tidak ada hubungan 39,7 % dan tidak tahu 32,6 %. Sebagian besar masyarakat tidak melihat adanya hubungan antara terorisme dengan organisasi agama radikal.

Efek Demokrasi

Dengan dibuka lebarnya “kran” demokrasi, segala perbedaan pendapat dan berdirinya organisasi berkembang pesat. Dan kewaspadaan terhadap (lingkungan) pendidikan di sekolah.

Gerakan terorisme merupakan ancaman nyata bagi NKRI dan masyarakat dunia. Maka pendekatan deradikalisasi di sekolah sebagai salah satu upaya meredam radikalisme. AS Hikam dalam bukunya Deradikalisasi (2016), pendekatan kekuatan keras untuk penegakkan hukum baik dan mendapat sambutan, tetapi tetap membutuhkan pendekatan lunak.

Secara persuasif pendekatan di sekolah akan lebih baik. Oleh karena itu guna mengantisipasi dini (preventif), salah satu kunci dari upaya menekan atau menolak radikalisme melalui pendidikan (deradikalisasi), baik formal maupun non formal. Sebab kunci keberadaban anak bangsa bila pendidikan yang berkarakter dipenuhi dengan keteladanan dan contoh . Jangan samai generasi muda kita hanyut akan aksi radikalisme sehingga harus mati konyol.

Ansyaad Mbai (2013), mengatakan untuk menghentikan radikalisasi dimulai dari pendidikan. Peran guru untuk mengajarkan dengan baik empat pilar bangsa Indonesia (Pancasila), UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila(PPKn).

Menanamkan sikap satria, mengakui serta menghormati keberagaman (pluralitas) dalam semangat mutikulturalisme. Pendampingan positif segala bentuk kegiatan yang bersifat spiritual (rohani) maupun material. Oleh karena itu program deradikalisasi secara komprehensif di pendidikan, terarah, integral dan berkelanjutan.

Deradikalisasi dengan solusi di pendidikan, sebagai langkah mendukung tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 45 alinea 4. Dalam melindung segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dari segala ancaman intern maupun ekstern. Termasuk ikut serta menjaga ketertiban dunia dengan menanamkan semangat kerjasama, gotong royong dan kekeluargaan.

FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta)

No comments: