Monday, April 18, 2016

Revitalisasi Museum Radya Pustaka

Opini, Harian JOGLOSEMAR 19 April 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Berita ditutupnya Museum Radya Pustaka (MRP) karena tidak ada biaya, menjadikan mitra museum Surakarta meradang. (Joglosemar 13/4/16) Kesedihan melanda para sejarawan, pegiat budaya dan pemerhati benda cagar budaya (BCB).

Sebenarnya harian inipun sudah beberapa kali memberitakan tentang ditutupnya Radya Pustaka dengan berbagai alasan. “ Radya Pustaka bisa tutup bila dana hibah tidak cair,” (Joglosemar 8/12/2015). “Radya Pustaka tutup, pengunjung kecele,” karena yang membawa kunci tidak datang ( Joglosemar 1/2/16). Berita kempang kempis kehidupan MRP membawa keprihatinan bersama.

Padahal kita tahu bahwa MRP merupakan museum tertua (lebih dari seabad) yang didirikan pada masa Pemerintahan Pakubuwono IX oleh Kanjeng Raden Adipati Sosroningrat IV, tanggal 28 Oktober 1880. Awal mulanya berdiri di dalem kepatihan kemudin pindah di Jalan Slamet Riyadi. Di rumah bekas kediaman seorang Belanda, Johannes Busselaar, satu komplek dengan Taman Sriwedari (Bon Rojo). Setelah ada jaminan Pemerintahan Kota (Pemkot) Surakarta dan tutup tiga hari akhirnya dibuka kembali. Pemkot siap mencairkan dana hibah operasional. Dan memastikan jika tak lama lagi dana bisa cair. Seperti diketahui, sejak ditetapkannya UU nomor 23/2014 yang mengatur Dana Hibah, penerima harus berbadan hukum. (Joglosemar 16/4/16).

Pengelolaan Museum Raya Pustaka berstatus milik Yayasan Paheman Radyapustaka Surakarta yang dibentuk tahun 1951. Kemungkinan belum berbadan hukum dan tidak berada di bawah naungan Dinas Purbakala maupun Dinas Disbudpar Kebudayaan dan Pariwisata (Dispudbar). Disposisi diberikan kepada berdasarakan UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, di mana pemerintah wajib mengamankan, melestarikan dan menjaga cagar budaya. Sebuah kehendak bersama dan amanat UU untuk tetap melestarikan dan menghidupkan MRP.

Melestarikan Radya Pustaka butuh kerelaan dan dana yang tidak sedikit. Dalam pandangan publik, memelihara bangunan bersejarah berat di ongkos. Karena BCB butuh sebuah perawatan yang prima dengan berbagai resiko yang ada. Bangunan tua identik dengan kumuh, berlumut. cat mengelupas, tembok yang rentan, kayu lapuk, banyak semak belukar dan tidak terawat.

Di kota Solo sendiri sedikitnya ada 175 bangunan yang resmi dilindungi UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya. Sebanyak 100 benda cagar budaya (BCB) ditetapkan surat keputusan dinas terkait, Dinas Tata Ruang Kota (DTRK). 70 cagar budaya telah ditetapkan melalui SK Wali Kota dan lima BCB lain ditetapkan oleh Kemendikbud.

Revitalisasi

Museum Radya Pustaka sebagai bagian BCB menyisakan sebuah keagungan, keindahan akan maha dahsyatnya berbagai peninggalan kuno serta isinya. MRP sendiri mengkoleksi berbagai macam arca, pusaka, buku-buku kuno, pakaian adat, foto lawas yang bernilai sejarah sangat tinggi dan sumber literasi (perpustakaan kecil).

Di dalam MRP juga mengkoleksi keris kuno dan berbagai senjata tradisional (tosan aji) di pasang dalam almari, seperangkat gamelan, wayang kulit & wayang beber, kuluk songkok, koleksi, koleksi menarik “canthik” (hiasan pada haluan perahu pesiar) Rajamala dan berbagai barang seni lainnya.

Radya Pustaka juga berhasil menterjemahkan lebih dari 50 judul buku kuno berhuruf jawa. Buku tersebut disalin dalam bahawa jawa latin dan bahasa Indonesia. Beberapa buku yang disalin antara lain Babad Tanah Jawa, Serat Tjentini, Kalatida (karya Ronggowarsito), Kunjorokarto dan Serat Wirowiyoto tulisan Mangkunegoro IV. (Kompas 18/4/1972).

Mengutip sebuah kata bijak “ The object of art is to crystallies emotion into thoughts and then fix it in form”, hasil karya seni merupakan pengukuhan emosi kedalam pikiran dan kemudian mewujudkannya sebagai suatu bentuk

Seperti sekolah penulis, dalam Mata Pelajaran Sejarah mengagendakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), bagi siswa kelas XI outing class (belajar diluar), Museum Radya Pustaka. Ini merupakan pembelajaran riil bagi pelajar. Pun pula agenda wisata lokal dan mancanegara seyogyanya di atur kunjungan ke Museum. Disini sebagaian dana untuk “hidup” bersinergi dengan wisata Kereta Uap Jaladara.

Butuh revitalisasi MRP dan kepedulian dari Pemerintah dan penyelamat bangunan tua dan koleksinya. Selain mengembalikan pamor bangunan tersebut, mengembalikan budaya adiluhung yang membanggakan warga Kota Surakarta.

Oleh karena MRP butuh sentuhan dan dukungan nyata warga Kota, dengan nyengkuyung merevitalisasi BCB tersebut. Dengan rehabilitasi, konservasi, preservasi restorasi dan pemeliharaan secara holistik, mengajak segala element bangsa mulai dari pengusaha, budayawan, pemerhati bangunan tua, akademisi dan seluruh lapisan masyarakat Solo.

Merevitalisasi MRP sebagai bentuk kesungguhan niat dengan dukungan stakeholder kota. Museum Raya Pustaka sebaga benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok atau bagian-bagian atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) atau mewakili masa gaya yang khas dan dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (pasal 1 ayat 1, UU RI no, 5 tahun 1992, jo UU No 11 tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya. Begitu!

FX Triyas Hadi Prihantoro (SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta)

No comments: