Thursday, April 07, 2016

Budi Pekerti dan Generasi Z

OPINI, harian Joglosemar, 8 April 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Zaskia Gotik “ terpeleset,” kata atau sengaja melakukan pelecehan lambang negara dalam sebuah acara hiburan di Televisi Swasta (22/3/2016). Sebuah kegagalan pendidikan budi pekerti, etika dan kewarganegaraan. Anomali budi pekerti dalam mewujudkan pelaku pendidikan dan kebudayaan kuat.

Ironis, seorang public figure yang tidak tahu tanggal proklamasi kemerdekaan RI dan gambar lambang Negara Republik Indonesia, sila ke lima. Serendah-rendahnya tingkat pendidikan yang di enyamnya (katanya hanya lulus Sekolah Dasar). Namun pembelajaran lambang Negara, lagu kebangsaan, hari besar nasional merupakan makanan sehari hari dalam pembelajaran di SD.

Penyebutan tanggal 32 agustus sebagai tanggal kemerdekaan RI dan gambar bebek nungging (sila kelima) merupakan kesalahan fatal yang dilakukan Zaskia. Namun pihak kepolisian menemukan fakta baru bila Zaskia mencoret jawaban 17 Agustus ketika ditanya hari kemerdekaan Indonesia menjadi 32 Agustus. (merdeka.com) Membuktikan Zaskia tidak bodoh atau tidak tahu, bisa jadi sengaja di lakukan demi komersialisasi bisnis hiburan.

Kejadian diatas sebagai salah satu contoh kecil. Ketidak tahuan juga pernah di tayangkan metro tv, seorang siswa di Sumatera utara tidak hafal lagu Garuda Pancasila. Bagaikan gunung es, bila siswa generasi Z (I generation) tidak memiliki rasa nasionalisme yang kuat.

Kita mengenal ada 5 generasi, yaitu: (1) generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964), (2) generasi X lahir 1965 -1980), (3) generasi Y (lahir 1981-1994, (4) generasi Z, lahir 1995-2010 dan (5) generasi Alpha, lahir 2011 – 2025. Generasi Z disebut juga ( iGeneration, Generasi Net, generasi Internet) terlahir dari generasi X dan generasi Y.

Peristiwa yang menghebohkan dunia pendidikan, karena dianggap lalai dan tidak mampu mentransfer ilmu pengetahuan kepada generasi Net. Pasalnya salah satu visi dan misi pendidikan adalah mewujudkan pelaku pendidikan dan kebudayaan kuat. Ketidak mampuan dalam pikiran seorang anak bangsa menyebutkan lambang Negara (gambar) dan menyebutkan hari kemerdekaan, menjadi bahan intropeksi.

Melihat terdegradasinya rasa nasionalime dan patriotisme maka mulai tahun ajaran 2015-2016 dilaksanakan program Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) di sekolah. Orang tua juga diwajibkan menghantar sekolah bagi anaknya (SD), saat tahun ajaran baru dan bertemu dengan guru kelasnya.

Program PBP berdasarkan surat edaran Mendikbud agar menjadi budaya sekolah, berdasar Permendikbud No. 21 tahun 2015. Tujuannya untuk mengoptimalkan pendidikan karakter dari sektor non kurikuler. Sebuah keresahan dari Negara atau Pemerintah terhadap degradasi moral dan etika anak bangsa, sehingga menjadi keharusan dan menjadi habitus (budaya) sekolah. Upaya mewujudkan pelaku pendidikan dan budaya kuat untuk generasi Z dan generasi Alpha.

Habitus kuat

Pelajar generasi (Z) mengalami degradasi moral, etika, tingkah laku, turunya semangat belajar, ngegeng, vandalisme, dan tindakan anarkis lainnya serta berfokus pada gadget (gawai). Masalahnya semakin jauh dari harapan dan jati diri bangsa Indonesia. Hedonisme, materialisme, egoistik semakin menjulang ditengah keterpurukan moral dan etika.

Beberapa point yang menjadi habitus kuat, PBP sekolah, dengan membaca buku non pelajaran selama kurang lebih 15 menit tiap hari. Pelajaran diawali doa, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan atau lagu wajib sebagai upaya menggambarkan nasionalisme patriotisme Kegiatan wajib mingguan, upacara bendera setiap hari Senin danolah raga bersama. Kebijakan Pemerintah guna menumbuhkan budi pekerti karena sekolah selayaknya menjadi “taman” budaya kuat. Di dalamnya anak-anak Indonesia akan mendapatkan suasana belajar penuh tantangan tapi menyenangkan sebagai pelaku pendidikan.

Budi Pekerti guna menumbuh kembangkan nilai-nilai dan karakter positif. Karena secara kasat mata, degradasi moral, degradasi nasionalisme pelajar sudah mendekati titik nadir. Wujud nyata mewajibkan menyanyi lagu kebangsaan, lagu wajib setiap hari secara eksplisit, gencar, dan dapat membumi serta mengakar di tengah gencarnya informasi dan komunikasi yang sulit di filter karena masifnya gawai.

Konsisten dan kesungguhan menyanyikan Lagu kebangsaan, membaca dan kegiatan wajib lain di sekolah sebagai bentuk entitas kebanggaan akan bangsa dan negara demi menujukkan semangat heroisme, patriotisme, mempunyai nilai kesakralan (keagungan). Maka, pelajar juga wajib mengerti, memahami, menghayati, dan melaksanakannya.

Lagu kebangsaan, lambang negara menumbuhkan semangat. Menunjukkan identitas, nilai, ruh, jiwa dan budaya bangsa. Kegiatan lain akan membuka mata jendela diri dari membaca dan menumbuhkan semangat menghargai, menghormati, membantu, gotong royong, tepa slira dan tenggang rasa kepada liyan (manusia).

Kegiatan dan penumbuhan budi pekerti dapat diajarkan, dibiasakan, dilatih konsisten, menjadi kebiasaan. menjadikan karakter akhirnya menjadi habitus di sekolah demi mewujudkan pelaku pendidikan dan budaya yang kuat.

Janganlah terdengar generasi muda enggan mendarmabaktikan keunggulannya, inloyalitas kepada tanah air, bahkan sampai lupa lagu kebangsaan, hari kemerdekaan dan lambang Negara. Sekolah merupakan habitus dengan kebudayaan yang kuat kepada warganya.

Mereka (generasi Z dan alpha) akan menerima dengan tulus seberapa besar negara mampu memberi imbalan karena rasa nasionalisme yang sudah terpupuk sejak usia sekolah. Ungkapan right or wrong is my country (baik buruk adalah negaraku) harus mengakar dan membumi di hati pada generasi Z dan generasi alpha nantinya.

FX TRIYAS HADI PRIHANTORO Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta

No comments: