OPINI, Harian Joglosemar, Sabtu 6 Februri 2016
FX Triyas Hadi Prihantoro
Pemerhati media, tinggal di Solo
EMBRIO lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari Kota Solo. Muncul sejak tahun 1914 yang semula dengan nama Islandsche Journalisten Bond. Selanjutnya berkembang di Semarang pada tahun 1931. Maka tidak heran untuk mengenangnya di kota Solo berdiri Monumen Pers Nasional guna mengenang lahirnya Pers (PWI).
Namun hakekatnya dunia Pers (jurnalisme) yang menjadi pilar ke empat demokrasi (kekuasaan) setelah kegislatif, eksekutif dan yudikatif. Justru semakin disegani karena ketajamannya dalam melakukan fungsi dan tugasnya sebagai “anjing penjaga.” Pers era reformasi memiliki peranan penting demi menggiring opini publik guna melawan kezaliman.
Tema hari pers nasional (HPN) tahun 2016 “Kemerdekaan Pers dari dan untuk Rakyat ” sangat aktual untuk menjadi inspirasi bagi insan pers. Semakin nyata mengaktualisasikan salah satu tuntutan masyarakat modern dari Pers. Yaitu Menyajikan laporan tentang kejadian sehari hari secara jujur, mendalam dan cerdas
Hingar bingarnya informasi, masifnya korupsi, ancaman terorisma, maraknya komunitas baru, perang narkoba dan silang sengkarut permasalahan bangsa. Pers harus tetap tajam dalam memberikan informaIi yang akurat dan terpercaya. Sebagai upaya dalam mengambil peran sebagai sumber informasi.
Maka di era transparansi (keterbukaan) eksistensi Pers di tengah masyarakat sangat diperlukan. Masa kebebasan pers dan transparansi dengan optimalisasi keberadaan sarana komunikasi menjadi penting. Dimana fungsi utama Pers sebagai media informasi, media pendidikan, media hiburan dan kontrol sosial (pasal 3 UU Pers).
Karena ketiga kekuasaan yang ada dianggap sudah tidak bertaring, bernyali dan berindikasi sebagai sarang koruptor. Maka peranan pers sungguh diharapkan, khususnya dalam upaya membantu menghambat, berinvestigasi terhadap konspirasi dan menjadi penyeimbang.
Maka di Negara demokrasi dimana Pers di beri kebebasan secara penuh dan konstruktif dalam melakukan perannya dengan fungsi kontrol dan mengoreksi ketiga kekuasaan (UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers). Optimalisasi peran bukti keseriusan sebab dibutuhkan sistem komunikasi yang efektif.
Oleh karena itu setiap warga negara memiliki keterlibatan penuh dan partisipasi yang tinggi terhadap pembuatan kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. Hal itu sudah sangat jelas diatur dan dilindungi oleh UUD 1935 hasil amandemen (pasal 28F). “ Setiap orang berhak untuk berkomunikasi memperoleh informasi untuk mengembangkan probadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan manyampaikan informasi dengan menngunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Dengan Pers diharapkan segala kemasahalatan bangsa dapat tercapai. Pasalnya Pers lah alat yang dapat menjadi “penyambung lidah rakyat” yang paling efektif, efisien dan langsung mengena kepada pihak pihak yang menjadi sasaran dari pemberitaan. Pers harus merdeka demi kepentingan rakyat.
Ibarat sebuah belati, Pers sangat bebas dan terbuka dalam upaya melukai siapa saja, bisa menusuk, mengiris, mencincang dengan membuka aib seseorang. Namun melalui belati Pers juga dapat meraciki makanan yang kita senangi melaui irisannya, sehingga setiap orang juga bisa semakin terkenal, dikagumi, disanjung menjadi tampil memesona karena dicitrakan oleh Pers secara positif. Seperti halnya Presiden Jokowi menjadi media darling, sebelum menjadi orang nomer satu di Indonesia.
Begitu pula belati Pers juga bisa berfungsi sosial dan membela diri saat dibutuhkan dengan hak jawab terhadap suatu berita seperti tertulis dalam kode etik Jurnalistik PWI pasal 4 dimana setiap pemberitaan yang tidak benar dan ada pihak yang dirugikan mempuyai hak jawab dan perbaikan dari berita, Begitu pula melaui Pers mempunyai hak tolak terhadap suatu pemberitaan.
Bisa juga bila dilihat fungsi human interest dari Pers. Melalui foto, feature, life story, segala kenistaan bisa diangkat dan mendapat simpati pembaca. Contoh dari akibat dari ketidak adilan (kasus mbok Minah dan Prita) demikian juga melalui Pers dapat dapat menolong dan menyelamatkan nyawa banyak orang dengan menumbuhkan rasa simpati dan Empati.
Jati diri
Hakekatnya Pers di Indonesia saat ini (reformasi) hidup dengan bebas dengan segala ketajamannya. Masa Reformasi saat ini, ibarat cendawan di musim hujan ratusan Pers (cetak), visual dan puluhan audio visual maupun online tumbuh subur dan berkembang. Kesannya sangat meriah, namun masyarakatlah yang mampu menilai Pers tersebut.
Pasalnya ada pers yang warna warni, biasa saja maupun yang menekankan kualitas dan mutu. Ada Pers yang sudah mapan namun tidak sedikit Pers yang sakit-sakitan dan kembang kempis dalam menjalankan roda kehidupan. Semuanya tentu sangat bermanfaat dan dibutuhkan demi terjaganya medan demokrasi yang sudah mulai mapan seperti sekarang ini.
Banyak sekali kasus yang mulanya dianggap sebelah mata oleh Penguasa namun berkat Pers menjadi semakin kuat, kokoh dan mampu menaklukkan. Bisa dilihat dari mencuatnya kasus Ageline, Kopi “vietnam” Maut , aksi terorisme, perang terhadap narkoba sampai penyalahgunaan kekuasaan oleh Ketua DPR. Disini Pers berani menjadi penyejuk, meredam provokasi dan menjadikan kejelasan berbagai informasi.
Pers sesuai jati dirinya menyuarakan kebenaran, Menjadi suara masyarakat yang tertindas oleh para penyalah gunaan kekuasaan. Pers harus menjadikan trust (kepercayaan) mayarakat dalam menyampaikan informasi. Kegaduhan KPK dengan Polisi harus segera diredam melalui pemberitaan pers yang kondusif. Jangan sampai bangsa terpecah belah.
Oleh karena itu sebagai bentuk reflesi dari insan pers dapat menjadikan bentuk Pandora di dalam perjalanan Pers kekinian. Karena Pers Indonesiapun mengalami pasang surut dalam perjalanan hidupnya. Pernah kehidupan masa Pers Liberal (1950-1956), Pers Otoriter (1965-1960), Pers yang dipengaruhi komunis dan marxisme (1960-1965), pengekangan pers oleh penguasa orde baru (1966-1998) dan Pers kebebasan reformasi (1998-sekarang).
Sejak awal reformasi kita mengalami kebebasan Pers. Oleh karena itu, UU Pers menjadi lebih trengginas, maju semakin kuat dan hebat. UU Penyiaranpun berkembang dengan pesat. Pers harus semakin berani menyuarakan kebenaran dan keadilan dengan menjauhi “kekuasaan.”
Maka lebih dari tujuhbelas tahun reformasi Pers harus makin menemukan jati dirinya, suka tidak suka Pers sudah semakin mengutamakan kepentingan rakyat demi kemakmuran bangsa. Dengan menciptakan keterbukaan dan keadilan.
Prinsip dalam era keterbukaan di Negara demokrasi. Apapun yang hendak dilakukan penguasa (birokrat) untuk mengekang dan menumpulkan informasi pasti akan mendapatkan perlawanan yang hebat dari masyarakat melalui Pers. Masyarakat sudah melek informasi dan mengharap keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Selamat Hari Pers, semoga semakin menemukan jati dirinya. Seperti tertulis dalam UU No. 40 tahun 1999 pasal 6 bahwa ”salah satu perananan Pers memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran” dengan segala informasinya. ***
No comments:
Post a Comment