Tuesday, January 19, 2016

UKG dan Guru Melek Iptek

OPINI, Harian Joglosemar 20 Januari 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Uji Kompetensi Guru (UKG) sudah selesai. Saat ini sekolah-sekolah diminta membuat laporan dan mengumpulkan hasil nilai UKG. Meski sebenarnya nilai tersebut bisa diminta kepada tempat uji kompetensi (TUK). Namun yang menjadi sorotan penulis berkenaan dengan realitas guru dalam mengaplikasikan teknologi lewat UKG berbasis internet.

Pasalnya, tuntutan menjadi guru profesional merupakan harga mati. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru profesional, sosok yang mau mengembangkan dirinya dan mau berubah ke arah lebih baik. Dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, guru harus mempunyai kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial maka di era Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) harus mau mengubah mindset ( pola pikir) dan paradigma.

UKG yang diikuti 2.360.388 orang memang sudah usai, begitu juga yang mengikuti UKG susulan. UKG yang bertujuan mengetahui kelebihan dan kekurangan guru. Menjadi kewajiban guru melek teknologi secara komprehensif. Pasalnya dalam pelaksanaan UKG bagi semua guru menggunakan sistem online. Dilaksanakan Online dimaksudkan dapat berlangsung dengan cepat, akurat, reliable dan akuntabel .

UKG dengan “online” merupakan sinyalemen mengubah perilaku dan pola pikir dari konvensional (kolot) menjadi melek iptek. Perjuangan yang panjang dan melelahkan harus selalu dilakukan guru tanpa diskriminasi. Bagi yang beranggapan nilai belum maksimal atau harus kekurangannya, guru diharapkan mampu memperbaiki diri.

Melek Iptek sebuah pembiasaan dengan pelatihan tiada henti demi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Namun demikian jangan lupa dengan monitoring, supervise, evaluasi, punishmen (hukuman) dan reward (penghargaan) bagi yang mampu melakukan inovasi. Sayangnya masih ada guru yang malas dengan alasan mau pensiun dan lain lain. Terbukti saat pelaksanaan UKG, dalam satu rombongan penulis ada beberapa guru yang minta didampingi dan dibimbing dalam pengoperasian perangkat computer.

Diseminasi

UKG Online sebagai langkah diseminasi pendidikan berbasis teknologi. Pemanfaatan perkembangan Iptek dalam menunjang pembelajaran yang kreatif, inovatif dan mudah dimengerti oleh semua pihak. Namun sejauh mana dalam UKG, dapat berlangsung sesuai harapan. Kita masih menunggu hasil secara nasional terhadap kelebihan dan kekurangan kemampuan guru dalam kompetensi pedagogis dan profesionalnya

Namun melakukan perubahan ini tidak gampang di era iptek seperti sekarang ini. Peran ganda guru sebagai koordinator, fasilitator, pembimbing, pendamping, penilai dan mitra belajar bagi siswanya merupakan kendala. Banyaknya tugas dan tanggung jawab yang diemban, sebagai salah satu hambatan dalam diseminasi.

Guru melek teknologi berarti mampu menghasilkan banyak karya aplikasi dan mampu menjadi Pandora pendidikan secara holistik. Sebuah desiminasi komprehensif yang wajib melakukan tindak inovasi yang disusun dan di sebarannya berdasarkan sebuah perencanaan yang matang dengan pandangan jauh ke depan baik melalui diskusi atau forum lainnya yang sengaja diprogramkan, sehingga terdapat kesepakatan untuk melaksanakan inovasi (Mediakom Batola. 2013)

Timpang

Namun tantangan tersulit meningkatkan karya disebabkan tingkat pendidikan guru masih timpang dalam kualitas maupun kompetensi profesional. Berdasarkan data Kemendikbud tahun 2009-2011, guru yang berijazah Sarjana masih di bawah angka ideal. Tahun 2009 dari jumlah guru 2.607.311 yang belum Sarjana 1.496.721 orang (57,40%), Tahun 2010 dari 2. 792.204 belum Sarjana sebanyak 1.538. 413 orang ( 55,12%) dan tahun 2011 dari 2.925.676 guru yang belum sarjana masih 1.424. 513 orang (48.69 %).

Adapun Perincian Guru yang Sarjana/ Pasca Sarjana tahun 2009-2010 dari Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Penjamin Mutu Pendidikan Kemendikbud. Tingkat SD sebanyak 366. 420 orang (24,65 %), SMP sebanyak 54.391 orang (26,93 %) dan SMA sebanyak 487.488 orang ( 81,21 %).

Melihat rentang perbedaan yang cukup signifikan berkenaan jenjang pendidikan antara SD, SMP dan SMA. Upaya menjadikan guru untuk melek Iptek dan menghasilkan karya bukan perkara gampang. Khususnya bagi guru SD prosentase belum sarjana masih sangat tinggi (75,35 %) dan relatif usianya sudah usur. Maka UKG online masih menjadi hambatan/kendala.

Kualifikasi Akademik Bagaimanapun jenjang kualifikasi akademik sangat berpengaruh dalam kualitas seorang guru. Syarat utama lolos dalam sertifikasi saja, minimal seorang guru harus memiliki Ijasah Diploma 4 (D4) atau S1. Bekal kesarjanaan dianggap mampu menyesuaikan diri di era Tekhnologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

Kita bisa bayangkan bagaimana beratnya guru tingkat SD untuk mengejar ketertinggalan dalam kualifikasi akademik. Dalam usia yang sudah uzur, semangat yang mulai kendur, kemampuan yang lemah dipaksa untuk belajar guna penyesuaian standar akademis minimal bagi seorang guru. Berarti masih banyak yang harus diperbaiki dalam mengaplikasikan Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru dan Dosen.

Masih banyak wilayah desa tertinggal/ terpelosok di Indonesia. Lokasi dan wilayah yang sangat jauh dari kota /kabupaten. Membuat guru yang bekerja di wilayah tersebut merasa terisolasi. Kesulitan utama Pemda untuk mengajak dan menaikkan tingkat kualifikasi akademik dengan mengejar tingkat kesarjanaan (S1/D4), apalagi akses internet.

Banyak contoh realita guru SD di daerah tertinggal merupakan putra daerah, Dengan kualifikasi akademi terbesar dengan ijasah terakhir PGSLA (D2) sebanyak 750.167 orang (50,44 %) dan masih banyak pula yang hanya berijasah SMA sederjat, 311.871 orang (20,97%). Maka saat pelaksanaan UKG ”online” dipaksakan, hasilnya pasti jauh dari harapan.

Memang tonggak TIK yang paling fenomenal adalah dengan hadirnya Internet termasuk ke sekolah-sekolah. Kehadiran Internet telah menggeser dan mengubah pola hidup manusia. Dengan Internet sumber informasi menjadi lebih beragam dan luas, tidak semata-mata dari buku teks di sekolah.

Harapannya guru tidak lagi hanya mampu mengaplikasikan power point, flash buat film video cutter, studio sembilan/ pinnacle dan mendownload (mengunduh) program/ materi baru. Tenaga, jarak, waktu dan publikasi inovasi pendidikan bukan lagi kendala yang utama dengan pemanfaatan Internet secara positif.

Munculnya berbagai program dan jejaring sosial dan berkomunikasi serta sistem pembelajaran On-line (E-Learning), dipastikan bakal menjadi proses pendidikan masa depan. Guru tidak lagi hanya berdiri di depan kelas juga menjadi teman diskusi bagi siswa saat belajar melalui internet.

Namun bagaimana dengan daerah tertinggal. Mampukan mengejar target untuk melek Iptek tercapai. Semuanya tergantung mental dan kehendak dari guru itu sendiri dan Pemda, yang memiliki otoritas dan penanggung jawab guru SD. ***

No comments: