Monday, April 06, 2015

Paskah Menuju Bonum Commune

Gagasan, Harian Solopos, Sabtu, 4 April 2015

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro (Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Solo)

Solopos.com, SOLO — Maret sampai April selalu bernuansa lain bagi umat Kristiani. Rangkaian ibadah Minggu Palma sampai Tri Hari Suci Paskah pada Maret-April tahun ini menjadi sarana introspeksi kaum Kristiani terkait kehendak manusia secara umum yang mendambakan kepemimpinan yang mau melayani dan bertanggung jawab.

Kita jelas tidak butuh pemimpin yang ngeyel, egois, memaksakan kehendak demi kepentingan diri serta kelompoknya, dan tidak mau lagi mendengarkan suara dan rintihan rakyat.

Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) menjadi fenomena harian di negeri ini. Masih adakah pemimpin yang berani berkorban dan mengutamakan kepentingan rakyat seperti Yesus Kristus yang berani berkorban sampai mati demi tanggung jawab dan keteladanan guna menebus dosa umat manusia?

“Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Efesus1: 7). Kita butuh pemimpin yang memperjuangkan bonum commune (kesejahteraan bersama) rakyat.

Kita ternyata masih dalam pencarian pemimpin yang mau dan mampu melayani rakyat tanpa kecuali. Dalam Yohanes 12: 26 dijelaskan, ”Barang siapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada di situ pun pelayan-Ku akan berada. Barang siapa melayani Aku, ia akan dihormati Bapa”. Seorang pemimpin yang melayani akan dihormati oleh siapa saja.

Sikap Paus Fransiskus yang memutuskan merayakan Misa Kamis Putih di penjara khusus untuk remaja Casal del Marmo di Kota Roma, Italia, adalah ikhtiar pemimpin untuk memahami kehendak dan keadaan rakyat.

Di tempat ini Paus Fransiskus membasuh kaki 12 orang remaja yang menjadi tahanan atau narapidana di penjara tersebut. Laku ini membuktikan semangat kerendahan hati pemimpin yang mau melayani dan mengayomi.

Paus Fransiskus di kenal sebagai kardinal yang sederhana dan membumi. Ia hidup di apartemen, memasak sendiri, dan selalu naik angkutan umum. Ini menunjukkan perilaku pemimpin yang merakyat.

Laku pemimpin yang mendekati rakyat setiap waktu akan berdampak bagi si pemimpin itu sendiri, yaitu membuat hati, pikiran, perasaan, dan kehendak semakin bijaksana.

Diperlukan sikap yang arif dan bijaksana bagi seluruh warga negara untuk bertindak, bersikap, dan berperilaku demi kepentingan bersama yang lebih besar dan menegaskan kepentingan personel dan dan kelompok-kelompok.

Pada saat bersamaan dibutuhkan kepemimpinan yang bijaksana, melindungi, dan mengayomi. Pemimpin yang bertanggung jawab dan memenuhi kriteria ideal adalah harapan seluruh rakyat.

Mgr. Soegijopranata, S.Y. pernah mengatakan umat Katolik harus menjadi 100% Katolik (religius) dan 100% Indonesia (nasionalis) Paskah harus dimaknai sebagai orientasi implementasi pertanggungjawaban semangat nasionalisme dan patriotisme dengan fondasi religiositas.

Rakyat mendambakan pemimpin yang tulus, rendah hati, dan bersemangat melayani. Semangat kerendahan hati ini ditelandankan Yesus Kristus dengan memilih laku mati di kayu salib.

Teladan Yesus Kristus ini menjadi motivator gerakan rohani warga Kristiani dalam mempertanggungjawabkan eksistensi sebagai warga negara sekaligus warga gereja.

”Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Matius 11: 29).

Suasana hati, perasaan, pikiran, sikap, dan perbuatan yang ditunjukkan Yesus yang diingat kembali dalam Paskah sangat kontekstual dengan dambaan rakyat negeri ini ihwal sikap pemimpin yang bijaksana.

Laku berat yang ditempuh Yesus mengingatkan kembali kepada dimensi eksistensial manusia sebagai makhluk personal dan makhluk sosial (homo socius).

Dari sudut eksistensi manusia sebagai makhluk sosial jelas menuntut realisasi tanggung jawab yang melibatkan pihak- pihak lain (masyarakat). Keberadaan orang lain merupakan realitas koeksistensial bagi manusia.

Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup, beraktualisasi, bersosialisasi, dan berkembang tanpa kehadiran manusia yang lain. Keberadaan seprang manusia diakui karena adanya orang lain dalam sebuah commune (masyarakat).

Setiap manusia bersama manusia lainnya harus bersama-sama memperjuangkan kesejahteraan menuju bonum publicum (kesejahteraan umum).

Menurut Martin Heidegger (1889-1976) manusia adalah mitsein in der welt, ada bersama di dunia. Sifat kebersamaan absolut (mutlak) tidak bisa ditawar karena tanpa kehadiran orang lain niscaya manusia tidak bisa mengembangkan kepribadiannya.

Oleh karena itu dalam semangat Paskah, para pemimpin bangsa mengemban pertanggungjawaban kepada rakyat yang merupakan sebuah dimensi sosial akan keberadaan manusia.

Menggerakkan Nilai

Umat Kristiani harus menggerakkan nilai dan citra hidup yang mencerahkan bagi sesama. Semangat Paskah menjadi wujud keimanan dan laku mewujudkan kehidupan damai, rukun, dan sejahtera dalam bernegara.

Ibadah menjadi bermakna jika berdampak sosial. Pemimpin yang bijaksana dan mengayomi rakyat adalah syarat menuju keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran yang menjadi dimensi sosial peribadahan.

Pemimpin yang bijaksana dan merakyat pasti bertujuan memperbaiki taraf hidup sebagai aktualisasi, koreksi, dan sirkulasi kepemimpinan yang mengutamakan rakyat.

Rangkaian ibadah Paskah dan keteladanan pemimpin diharapkan dapat mengubah keadaan, memperbaiki nasib, memberikan nuansa kehidupan yang baru, kehidupan yang lebih baik.

Dengan segala kekurangan, kelemahan, dan keterbatasan umat Kristiani harus memompa semangat menuju hidup yang lebih baik. Semangat Paskah menjadikan warga negara dan pemimpinnya selalu berjalan beriringan dan saling memberikan dukungan.

Terbaik bagi bangsa tentu juga terbaik bagi rakyat demi kesejahteraan bersama (bonum commune). Paskah harus dimaknai sebagai pencerminan kehendak bangsa ini yang mengharapkan sosok pemimpin yang bijaksana, rendah hati, dan tegas.

No comments: