Tuesday, April 16, 2013

Bahasa Jawa dalam Kurikulum 2013

Didaktika harian SOLOPOS 13 April 2013 Salah satu permasalahan yang muncul dalam rencana pelaksanaan kurikulum 2013 adalah dihapuskannya Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran mandiri. Pasalnya dalam draf Kurikulum ini Bahasa Daerah tidak tercantum. Hal itu membuat sejumlah pihak terpancing dan menggelar aksi. Gubernur Jawa Barat bahkan langsung melayangkan surat kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (mendikbud) mengenai hilangnya Bahasa Daerah dalam kurikulum itu. Apalah jadinya jika kurikulum 2013 dalam penekanan pendidikan sikap, karakter dan kebanggaan berbangsa dan bernegara, justru menghapus bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Namun demikian polemik ini langsung dibantah oleh Mendikbud, Mohammad Nuh yang menyatakan bahasa daerah ada dalam rancangan kurikulum baru tapi masuk dalam mata pelajaran seni, budaya dan prakarya dengan lama belajar 4 jam perpekan. Seyogyanya kemendikbud bukan menawarkan sebuah kebijakan yang menimbulkan masalah. Tetapi bagaimana menggali peran masyarakat untuk memberikan masukan dengan meminta pendapat dalam membangun karakter dalam pengoptimalan kearifan lokal sesuai kebhinnekaan Indonesia. Muatan lokal Wajar jika penghapusan pelajaran Bahasa Daerah dari draf kurikulum, langsung disambut kritik. Kemendikbud sebagai lembaga otoritas pendidikan harus mengapresiasi keprihatinan ini. Jangan sampai masyarakat melakukan class action dengan melayangkan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Bahasa daerah merupakan salah satu muatan lokal (mulok) yang sifatnya khusus, disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Sebagai bahasa ibu melahirkan dan mengajarkan nilai nilai budi pekerti, etika dan kepatutan dalam kehidupan bermasyarakat. Adat istiadat, budaya daerah sangat identik dengan kekhasan yang membedakan. Selain pembelajaran Bahasa Daerah, juga bisa diisi dengan materi kearifan lokal lain sesuai dengan kebutuhan daerah atau sekolah masing-masing. Pengoptimalan muatan lokal, membuat siswa tidak kehilangan jati dirinya sebagai masyarakat adat yang penuh dinamika, nuansa dan romansa etnik dalam kehidupan nasional. Dengan pengaturan alokasi waktu yang tersedia empat jam perpekan. Pihak Dinas Pendidikan daerah atau sekolah harus mulai menyusun strategi demi pelajaran Bahasa Daerah. Namun demikian payung hukum dibutuhkan dengan keberadaan pejaran Bahasa Daerah yang disesuaikan daerah masing-masing. Legalitas itu menjadikan proses pembelajaran menjadi nyaman. Di Jawa Tengah sendiri , Surat Keputusan Gubernur Nomor 895.5/01/2005 tanggal 23 februari 2005 mengamanatkan setiap jenjang sekolah dari SD sampai SMA sederajat wajib diberi pelajaran bahasa jawa sebagai muatan lokal. Payung hukum yang sudah ada di Jawa tengah menjadi modal dalam memberikan pelajaran Bahasa Jawa. Bila hal ini sudah menjadi kesepakatan maka SK Gubernur menjadi langkah efektif dalam upaya mempertahankan dan melestarikan bahasa daerah itu. Jangan sampai jati diri dan identitas bangsa hilang. FX Triyas Hadi Prihantoro (guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta)

No comments: