Tuesday, June 29, 2010

"KOMPAS" DAN KEPEDULIAN

Surat Pembaca KOMPAS Jateng 28 Juni 2010

Bangsa ini sungguh sudah mengalami krisis yang perlu segera diperbaiki. Berbagai persoalan silih berganti seakan menunggu giliran untuk di ketahui oleh masyarakat. Krisis identitas, etika dan moral, finansial, jati diri, keberadaban, kemanusiaan, dan kepedulian. Semua secara terbuka diketahui, dipahami dan diikuti oleh masyarakat karena pemberitaan melalui media. Media punya andil besar dalam memengaruhi "tabiat" anak bangsa.

Koran Kompas dalam usianya ke-45 tahun harus menjadi pandora kepedulian akan nasib dan masa depan bangsa. Kita ketahui berbagai kegiatan mulai "ngontel bareng" (Surabaya-Jakarta), lomba-lomba penulisan kearifan lokal, kegiatan sosial, persiapan pementasan drama kolosal dengan mengoptimalkan potensi budaya daerah, menjadikan bentuk nyata kepedulian Kompas.

Pemberitaan melalui koran masih cukup strategis dalam mengubah paradigma bangsa ini. Oleh karena itu, sebuah kepedulian dalam menjaga keseimbangan wajib selalu diciptakan.

Maka selayaknya Kompas dengan segala apresiasinya semakin menancapkan diri menjadi koran yang dapat menjadi pedoman dan suluh bagi dinamika bangsa demi keberadaban.

Selamat Ulang Tahun Ke-45 Kompas. Kepedulianmu pada nasib bangsa ini sangat dibutuhkan dalam menjaga stabilitas nasional demi terbebas dari krisis berkelanjutan. Semoga!

FX TRIYAS HADI PRIHANTORO
SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta
Warga Epistoholik Indonesia

Friday, June 18, 2010

DIFABEL DAN PEKERJAAN

Surat Pembaca KOMPAS Jateng 18 Juni 2010


Kerap kita melihat kaum difabel (cacat fisik) yang berada di persimpangan jalan lampu merah dengan meminta sedekah dari pengendara motor dan mobil. Betapa ironisnya jaminan sosial yang di dapat oleh negara yang tidak mengena pada mereka yang membutuhkan.

Sesuai Pasal 34 UUD Negara Republik Indonesia 1945, jelas sekali bahwa mereka dijamin oleh negara. Namun sekalipun harus kehujanan, kepanasan, dan kedinginan saat malam menyapa, toh tetap bekerja demi sekeping uang logam.

Bagaimanapun kaum difabel sangat butuh penghormatan dengan pekerjaan yang terhormat. Saat era tahun 1980-an, penulis masih ingat ada perusahaan yang mengoptimalkan kaum difabel untuk dipekerjakan, yaitu Kedaung Grup.

Namun sejalan reformasi dan globalisasi banyak perusahaan yang peduli kepada kaum difabel gulung tikar. Efeknya, bisa jadi kaum difabel harus turun ke jalan. Oleh karena itu, kementerian yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak dan jaminan sosial harus mulai menata dan menginventarisir kembali.

Difabel dan pekerjaan perlu berkorelasi sehingga mereka mendapatkan tempat yang layak dan pantas dalam kehidupan di masyarakat.

FX Triyas Hadi Prihantoro SMA Pangudi Luhur Santo Yosef, Surakarta