Sunday, March 13, 2016

Pendidikan Antinarkoba

OPINI, HARIAN JOGLOSEMAR, Sabtu 12 Maret 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Wacana yang disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Budi Waseso, hendak menyerbu dan membersihan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dari Narkoba. Sebuah gerakan melawan Narkoba karena di Indonesia, sekitar 5,9 juta jiwa masyarakat diperkirakan positif menjadi pengguna narkoba.

Gerakan anti narkoba harus dikelorakan dan disosialisasikan secara massif. Karena Indonesia sudah merupakan tempat dan ladang subur peredaran narkoba. Indonesia sudah merupakan pasar terbesar narkoba di Asean. Bahkan di Lapas, pecandu Narkoba malah dengan leluasa menggunakan dan memasarkannya. Seperti yang dilakukan Mata Najwa dalam acaranya, (metro TV 2/3/16) dengan background(latar belakang) kondisi Lapas di Medan, Sumatera Utara.

Upaya gerakan preventif dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan Narkoba disebabkan banyak ditemui pecandu narkoba di kalangan generasi muda. Penyalahgunaan narkoba pada dasarnya adalah pemakaian obat-obatan terlarang di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, di mana korban memakai sendiri narkoba secara relatif teratur dan berkala hingga pada titik pemakaian itu kemudian menimbulkan ketagihan (addiction) yang pada gilirannya sampai pada ketergantungan (dependence).

Hasil penelitian BNN, dari empat juta pengguna narkoba di Indonesia. Sebanyak 1,6 juta orang mencoba-coba, 1,4 juta orang teratur memakai dan 943.000 orang sudah kecanduan. Dari jumlah tersebut 74 persen pria dan selebihnya wanita.

Berdasar pasal 1 ayat1, UU No. 35 tahun 1999 tentang Narkoba. Narkotika itu sendiri meruakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Rasa ketergantungan inilah yang berakibat pecandu tidak mampu menghindar dan keluar dari narkoba. Penyembuhan dengan rehabilitasi medis maupun sosial membutuhkan waktu yang lama sesuai kadar/ dosisnya. Seperti dikutip Nadia Egalita dari Newcomb, Maddahian, dan Bentler (1986) bahwa, faktor penyebab seseorang hingga terlibat dalam praktik penyalahgunaan narkoba adalah kombinasi faktor biologi, perilaku, sosial, psikiatrik, dan kultural. Artinya, seseorang sampai terjerumus sebagai pecandu narkoba, ia bukan hanya secara psikologis rapuh dan mudah terpengaruh lingkungan sosialnya atau karena pernah mencoba-coba lalu ketagihan, tetapi juga karena secara sosial, mereka "termakan" tawaran gaya hidup masyarakat modern dan perkembangan nilai-nilai budaya baru yang menggodang pernah dipakai.

Dengan Pendidikan

Oleh karena itu eksistensi pendidikan Antinarkoba perlu diberikan segera kepada siswa/remaja mulai dari Pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Harapannya penyalahgunaan narkoba dapat dicegah sejak dini, dengan pendidikan.

Bila melihat dari faktor kepribadian anak, remaja, atau kondisi internal psikologis orang yang rapuh, rendah diri, mengalami depresi, dan antisosial sering kali menyebabkan kemungkinan seseorang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba menjadi lebih besar. menyatakan, faktor kepribadian yang ditandai dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri dan kurang percaya diri merupakan kepribadian yang rawan terhadap penyalahgunaan narkoba. ( Shield. 1976)

Maka sangat tepat bila penyalahgunaan narkoba bukan hanya upaya sanksi hukuman, kuratif (rehabilitasi). Namun gerakan preventif pembelajaran ekskul Anti narkoba di sekolah secara massif dan dilaksanakan secara intensif. Ketegasan pecandu narkoba tidak dihukum dan dipenjara. Maka diharapkan ikut membantu untuk melaporkan diri sebagai upaya mendukung gerakan anti narkoba secara nasional. Pendekatan, pendampingan dan pembimbingan dari guru kepada mereka yang bermasalah dengan narkoba menjadi antisipasi dini.

Pasalnya Narkoba merupakan sebuah kejahatan yang luar biasa yang mampu mengancam masa depan bangsa. Apalagi sasaran utama narkoba juga kalangan pelajar yang masih membutuhkan energi dan otak yang jernih dan bersih untuk berpikir.

Merupakan kewajiban dan tanggung jawab Negara dalam upaya pemberantasan Narkoba. Apalagi BNN sudah mencanangkan tahun 2015 Indonesia bebas Narkoba. Harus dibuktikan sejalan dengan tujuan Negara “melindungin segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” yang tertuang dalam pembukaan UUD 45. Dengan terjun langsung ke kantong-kantong “ narkoba” dan “penyerbuan” ke lapas sebuah bentuk keseriusan.

Rencana pendidikan anti narkoba disisipkan dlam kurikulum dengan menggandeng BNN sangat tepat dan terarah. Sebab penguatan kelembagaan BNN lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Didasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden

Eksistensi pendidikan antinarkoba paling tidak dapat memberikan rasa tenang, aman, nyaman, dan damai bagi orang tua sebagai tuntutan hak sebagai warga negara. Maka sudah kewajiban dan tanggung jawab Negara untuk mengusahakan dan memberi perlindungan dari segala ancaman narkoba. Pendidikan anti narkoba menjadi penting diberikan dan dilaksanakan dalam kurikulum 2013. Mengingat sudah lebih dari 44 tahun sejak tahun 1968 saat penyelundupan candu dari Singapura melalui Cirebon, sebagai bentuk penyalahgunaan narkoba secara intens terjadi di bumi pertiwi ini. Oleh karena itu pencanangan bebas narkoba BNN di tahun 2015 jangan hanya sebuah janji, cita-cita dengan slogan belaka tanpa perencanaan, gerakan dan tindakan nyata. Keberadaan dalam pencegahan dan pemberantasannya sangat ditunggu. Karena jangan sampai negeri ini seperti Columbia, yang mana mafia Narkoba mampu memasung kinerja birokrat.

Pendidikan anti narkoba harus di intensifkan. Membentuk kesadaran bagi pengelola sekolah dalam upaya menyelamatkan generasi muda. Karena berdasarkan hasil penelitian UI dan BNN pada tahun 2009, prevalensi penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa cukup tinggi, sekitar 920.695 orang. Sementara itu, persentase mahasiswa penyalahguna Narkoba mencapai angka 30,9% dari jumlah di atas.

Maka melalui pendidikan sekolah dipupuk kesadaran mentaati aturan, disiplin menumbuhkan semangat untuk mencegah dan menolak (Anti) Narkoba. Gerakan proaktif memberikan pendidikan dengan pembelajaran, sosialisasi dari berbagai bentuk tanaman, obat-obatan dan zat terlarang dan dampak akibatnya.

Efek negatif penyalahgunaan narkoba harus dipahami, diketahui, diamalkan dan dijalankan. Begitupula dampak yang tiada putus bila sudah terikat dalam mafia jaringan narkoba. Dengan ekstrakurikuler anti narkoba dan gerakan penempelan stiker, poster, pemutaran film serta bila mungkin rasia secara periodik, tes narkoba dengan uji laboratorim sebagai pembuktian.

Demikian pula dibutuhkan ikrar (Pakta Integritas) pernyataan bersama “perang” kepada narkoba bagi pelajar. Konsensus dan kesepakatan yang memiliki ikatan kuat lahir dan batin, moril dan material dalam upaya preventif narkoba sebagai bentuk eksistensi. Semoga.

FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta

No comments: