Saturday, October 31, 2015

Budi Pekerti

Mimbar Majalah Hidup, 4 Oktober 2015

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Sekolah Katolik diminati dan menjadi pelopor pendidikan karena dikenal disiplin dan tertib. Namun, kini membolos sudah menjadi budaya siswa. Bagaimana peran sekolah (Katolik) dalam menyikapi dan memberi solusi?

Pendidik dan tenaga kependidikan wajib menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan konsekuen. Membolos adalah bagian hidup pelajar yang malas dan tidak tertib melaksanakan kurikulum pendidikan.

Sebagai pintu gerbang menuju perilaku siswa yang tertib, disiplin, bertanggung jawab dan bermoral, sekolah sangat berkompeten terhadap perilaku anak didik. Namun, sudahkah Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) yang wajib dilaksanakan di sekolah (SMP/SMA/ SMK sederajat) mengarah pada substansi perilaku siswa yang positif?

Sering terjadi kontradiksi antara policy pendidikan dengan kehidupan riil pergaulan remaja. Pelanggaran aturan sekolah (membolos) seolah sudah membudaya di kota. Usia 12-18 tahun digolongkan remaja yang ingin baru dan butuh aktivitas lebih untuk menumpahkan keinginannya. Maka minimnya sarana dan prasarana mudah membuat siswa bermasalah soal ketertiban (Mulyani, 1988).

Kapitalisme global menjadi faktor dominan yang berdampak pada kebebasan informasi dan perilaku. Banyak pemerhati pendidikan risau akan pengaruh TV, media online dan media sosial yang sangat vulgar menampilkan berbagai tindak pelanggaran dan kejahatan termasuk banyak cerita sinetron kurang mendidik.

Guru dituntut memberikan teladan pada siswa. Namun mencegah siswa yang malas bersekolah sering diluar kemampuannya. Siswa pun kebablasan merasakan nikmatnya membolos. Saat harus droup out, sekolah dituduh tak mampu mendampingi dan membina anak didiknya.

Sebagai pelaksana pendidikan, sekolah (Katolik) tidak berdiri sendiri. Tapi juga tidak langsung cuci tangan bila anak didiknya terkontaminasi budaya malas sekolah. Banyak produk multimedia (online) mampu mengambil hati anak muda melupakan tugas pokok belajarnya.

Lalu apa gunanya penyisipan PBP dan ketegasan memberi sanksi? Kemendikbud akan memberi sanksi mutasi pendidik bagi sekolah negeri dan ditinjau izin operasionalnya bagi sekolah swasta yang melanggar aturan ini. Tapi, apakah PBP hanya retorika, tanpa implementasi yang jelas bagi anak didik? Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga ikut larut dalam budaya hidup serba permisif? Mau dibawa kemana anak didik kita?

Sejak reformasi, diharapkan tiap mata pelajaran menyisipkan pendidikan budi pekerti dan kini wajib PBP. Faktanya, tiap ada permasalahan tindak-tanduk siswa yang menyimpang, sasarannya adalah guru Kewarganegaraan, Pendidikan Agama dan Bimbingan Konseling. Pada dasarnya, tiap kurikulum pendidikan harus memperhatikan peningkatan iman dan takwa, serta akhlak mulia (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 36 Ayat 3).

Upaya preventif pihak sekolah sangatlah penting. Kerjasama berbagai pihak, baik orangtua maupun masyarakat juga dibutuhkan. Yang perlu dilakukan adalah konsistensi sanksi/hukuman dari sekolah terhadap siswa yang melanggar aturan sekolah. Inilah usaha untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai UU No.20 Tahun 2003 Pasal 3, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Peranan orangtua sangat besar dalam pembentukan psikologis siswa, sebab anak lebih banyak memakai waktu di rumah dan lingkungannya. Pergaulan dan teman bermain di lingkungan mempengaruhi perkembangannya. Kontrol dan pengawasan masyarakat adalah umpan balik guna mengingatkan perilaku anak di luar sekolah.

Marilah kita berusaha, mengintrospeksi dan menjaga masa depan anak agar menjadi insan yang baik, jujur dan bertanggung jawab. Maka kolaborasi pengawas, monitoring dan evaluasi sangat penting, karena membolos adalah bentuk degradasi pendidikan.

F.X. Triyas Hadi Prihantoro - See more at: http://www.hidupkatolik.com/2015/10/30/budi-pekerti#sthash.1WFiDVYi.dpuf

No comments: