Monday, July 15, 2013
PPDB online dan Kondisi sekolah swasta
dimuat dalam gagasan SOLOPOS, 25 Juni 2013
oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara online di Kota Solo menginjak tahun kesembilan. Tahun ini menjaring 12.473 siswa dari 49 SMP dan 24 SMA baik negeri maupun swasta se-Kota Solo. Berbagai upaya evaluasi dan perbaikan demi kesempurnaan selalu dilakukan. Paling tidak mampu melegakan nasib sekolah swasta yang mulai ”berguguran.”
Sungguh menjadi hal yang ironis dalam PPDB online, di mana pernah diputuskan 2 (dua) pilihan saja, satu sekolah negeri dan satu sekolah swasta. Namun ditahun 2013 ditetapkan (kembali) empat pilihan bagi calon siswa baru SMP dan SMA sederajat. Tentu siswa dan orangtua/wali memprioritaskan sekolah negeri lebih dahulu. Lalu, bagaimana sekolah swasta mampu bersaing menyeleksi siswa berkualitas?
Memang tidak dimungkiri setiap tahun ajaran baru pengelola sekolah swasta mulai ketir-ketir (khawatir) nasib sekolahnya. Dirasakan sekali nuansa ketidakadilan dalam pelaksana PPDB online. Kekhawatiran kekurangan siswa sangat menghantui meski sekolah swasta diperbolehkan melakukan penerimaan secara reguler selain ikut online.
Meski sudah mengawali, toh kadang tak satupun siswa yang mendaftar, dilirikpun tidak. Bagaikan anak tiri yang tidak diperhatikan oleh orangtuanya. Banyak anak dan orangtua berlomba-lomba mendapatkan tempat di sekolah negeri karena dianggap murah dan berkualitas. Meski kadang terbohongi dengan harus membayar pada oknum tertentu demi memuluskan harapan. Padahal jelas tertulis, bahwa sekolah negeri dilarang memungut biaya.
Apalagi dalam PPDB online Kota Solo tahun ini, dua SMP dan dua SMA bekas RSBI ikut berkompetisi, selain beberapa sekolah swasta. Dengan demikian dipastikan persaingan semakin ketat. Dibutuhkan tranparansi dan pengawasan intens real time dari masyarakat yang peduli pendidikan sesuai tujuan pelaksanaan PPDB online.
Oleh karena itu bisa dilihat kuota masing-masing sekolah peserta PPDB online dan kapasitas tempat duduk yang ada. Jangan sampai antara yang didaftarkan dan kapasitas tidak sesuai. Pasalnya sesuai ketentuan tiap rombongan belajar (rombel) kelas dibatasi maksimal 32 siswa. Di sinilah kerawanan dan kecurangan bisa terjadi yang menjadi celah korupsi dan manipulasi dari oknum tertentu.
Sebab menurut catatan penulis saat PPDB 2009 yang hanya dua pilihan saja, masih banyak sekolah swasta kehilangan kesempatan untuk mendapatkan siswa baru. Apalagi PPDB online 2013 ini pola lama diterapkan kembali. Bagaimana antisipasi dari Disdikpora dan Pemkot Solo untuk mengatasi gejala makin berkurangnya peserta didik baru di sekolah swasta?
Tidak dimungkiri pelaksanaan PPDB online yang proses pendaftarannya dibatasi waktu tiga hari (24-26 Juni 2013) dipastikan hari pertama masih sepi. Karena calon siswa dan orangtua masih wait and see (menunggu dan melihat) perkembangan jurnal passing grade nilai dari masing-masing sekolah.
Biasanya hari terakhir dan last minute (menit terakhir) sekolah pilihan utama akan diserbu oleh calon siswa. Dalam situasi seperti ini, aksi pencabutan dan pendaftaran akan banyak terjadi. Ada pula kasus aturan yang tidak dilaksanakan secara konsisten, misalnya siswa seharunysa diwajibkan membawa tanda kelulusan asli, namun beberapa sekolah memperbolehkan foto copi saja.
Kontroversi
Penetapan PPDB online SMP dan SMA dengan empat pilihan (dua negeri dan dua swasta) selalu menimbulkan kontroversi dan permasalahan bagi nasib sekolah swasta. Bisa dikatakan sekolah swasta hanya sebagai penadah. Berakibat sering dalam proses pembelajaran kurang mampu berkompetisi dengan sekolah negeri (diunggulkan).
Pengebirian seperti ini menyebabkan sekolah swasta kehilangan ”amunisi” untuk menggerakkan kembali kehidupan belajar-mengajar di sekolah.
Dalam beberapa tahun terakhir, keluhan sekolah swasta memang semakin sering didengar. Bahkan tidak sedikit yang sudah gulung tikar. Akhirnya siswa yang diterima di sekolah swasta melalui PPDB online bisa dihitung dengan jari. Kebanyakan siswa yang telah diterima secara online tidak mendaftar ulang karena hanya sekadar formalitas melengkapi formulir pendaftaran. Maka hasilnya sungguh ironis, sekolah swasta tiap tahun kekurangan siswa.
Semoga saja PPDB online 2013 ini bisa sedikit terkurangi kontroversi dengan belum keluarnya surat tanda kelulusan hasil ujian (SKHU) dan ijasah asli. Syarat wajib asli sebagai lampiran, sering menghambat proses pemenuhan syarat di sekolah swasta. Berkali kali ditemui kejadian SKHU dan Ijasah asli bagi yang bernilai di ambang batas, ditahan oleh sekolah sebagai cadangan. Pengambangan posisi bisa menjadi ajang tawar menawar dan korupsi. Harus ditegaskan sekolah negeri tidak boleh melakukan pendaftaran lagi meski masih belum maksimal.
Celah lain yang layak dikritisi dan diawasi secara ketat, dalam “mengkatrol” nilai melalui tambahan pada piagam penghargaan sesuai jenjang tingkat yang diperolah (lokal, nasional maupun Internasional). Juga perlu dicermati pengaktrolan nilai anak guru. Upaya “main mata” menjadikan kesempatan siswa yang berhak harus tersingkir di sekolah unggulan (negeri).
Begitu pula pencabutan dan berkurangnya siswa di sekolah swasta menjadi problematika tiap tahun. Hal ini membuat sekolah tidak mampu memprediksi jumlah siswa yang harus diterima. Fakta membuktikan bahwa di tengah perjalanan sering banyak siswa mengundurkan diri meski sudah ikut Masa Orientasi Siswa (MOS). Kurun waktu 18 tahun dari tahun 1995 jumlah SMA berkurang 15 sekolah (semuanya SMA Swasta) baik di-merger, alih fungsi menjadi Sekolah Kejuruan (SMK) maupun ditutup total.
Melihat kenyataan ketika negara belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberadaan sekolah swasta masih dibutuhkan dan menjadi pilihan. Senyatanya negara yang belum mampu memenuhi kebutuhan semua warga dalam mendapatkan pendidikan murah (gratis). Semestinya negara bersikap tegas dalam prinsip dan berkeadilan dalam memberikan hak dan peluang yang sama kepada sekolah swasta agar tetap eksis (hidup).
Berdasarkan UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 10 bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu orangtua siswa tidak perlu lagi bingung dan diombang-ambingkan oleh jurnal berdasarkan passinggrade (batas nilai minimal) sekolah yang dituju. Implikasinya belum bisa jauh dari pengalaman PPDB online terdahulu. Maka kekurangan siswa di sekolah swasta harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebab di sana banyak guru dan karyawan yang menggantungkan nasib mereka.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11 ayat 1) UU Sisdiknas. Pemerintah harus tegas dalam memberikan batas kuota dan sanksi bagi sekolah negeri yang melakukan pelanggaran agar terjaga eksistensi sekolah swasta berdasarkan asas keadilan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment