Tuesday, August 07, 2012

UKG (harus) online

Kolom Pendidikan SUARA MERDEKA (6/8/12) PEMBERITAAN kegagalan pelaksanaan Uji Kompetensi Guru (UKG) secara nasional sangat mengusik. Secara massif kegagalan disebabkan ujian dilaksanakan secara online melalui jaringan internet dan mengakses langsung pada server pusat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Bukan hanya tidak bisa terkoneksi, termasuk kegagalan software saat digunakan proses membaca input data dari peserta. Jaringan tidak bisa membaca data peserta, meski telah mengisi nomor peserta dan Nomeo Urut Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dengan tepat. Namun, tetap saja tidak bisa proses log in (masuk) dan ditolak. Terpaksa peserta harus mengikuti UKG gelombang II pada Oktober 2012. Meski berhasil log in, bidang studi tidak sesuai dengan mata pejararan yang diampu. Bahkan, banyak peserta yang sudah bisa masuk, namun akses untuk membaca sangat lambat (lemot), sehingga membuat jengkel dan kesal, karena dikejar waktu pengerjaan yang tetap berjalan dan terbatas (dua jam). Itulah berbagai masalah yang muncul dalam pelaksanaan UKG gelombang satu. Karena itu, apakah UGK gelombang kedua juga harus dilaksanakan secara online? Bila segala perangkat juga Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang digunakan belum dibenahi secara maksimal. Keadilan Demi mengurangi kecemburuan peserta yang telah melaksanakan UKG secara online, memang seharusnya tahap kedua juga dilaksanakan dengan cara yang sama. Pasalnya, hasil UKG secara online hasilnya sudah diketahui. Dalam pelaksanaan sampai hari ketiga, dari 373.415 peserta hanya sekitar 10% yang memperoleh nilai di atas standar minimal 70. Namun, bila persiapan dan pembenahan secara online tanpa hasil, maka dapat dikatakan proyek UKG yang menghabiskan dana sebesar Rp 50 miliar itu berarti gagal. Karena upaya pemetaan dari 1.006.216 guru bersertifikat tidak mampu dilakukan secara maksimal. Ini sebagai bentuk ketidakberhasilan dari penguasaan kompetensi guru (pedagogik dan profesional). Begitu pula sebagai rasa ketidakadilan bagi guru bersertifikat yang sudah menjalani ujian dan yang belum berhasil melakukan ujian secara online. Kemdikbud harus berusaha keras menjaga kewibawaan dengan mengevaluasi secara komprehensif penyebab kegagalan secara online. Bagi TUK yang selalu gagal mengakses, segera dipindahkan pada sekolah yang siap, tanpa diskriminasi. Seperti Kota Solo, semua TUK yang terekomendasi hanya sekolah negeri, padahal banyak sekolah swasta jauh lebih siap dengan bandwidth yang memadai. Karena keadilan UKG menyangkut berbagai aspek material dan spiritual bagi peserta, maka cara online masih dibutuhkan demi keadilan. (37) -- FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta

No comments: