Friday, May 30, 2008

Prihatin Reformasi

dimuat dalam surat pembaca Harian Joglosemar 21 Mei 2008

Tahun 2008 dapat dianalogikan sebagai “pangkat sepuluh”. Sebuah angka yang sempurna sebenarnya. Benarkah demikian dengan bangsa ini angka tersebut bermakna? Sebuah kesempurnaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan dambaan bersama. Sebuah keagungan bangsa yang berkemakmuran dan berkeadilan menjadi tujuan yang diidamkan, sepuluh tahun yang lalu reformasi bergulir. Harapannya akan ada perubahan hidup dalam negara menjadi lebih baik. Seratus tahun yang lalu Dr Sutomo dengan organisasi Budi Utomo mengobarkan semangat persatuan (nasionalisme). Pembentukan organisasi modern melebur sifat kedaerahan, provinsialisme dan perlawanan sporadis.Lalu kini di tahun 2008 makna sepuluh dan seratus tahun yang lalu, sudahkan mendapat secercah pencerahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelihatannya kita harus prihatin dan merefleksikan diri kembali dalam memperingati sepuluh tahun reformasi dan seratus tahun Kebangkitan Nasional. Kebangkitan itu harus selalu ada di manapun, kapanpun dan kepada siapa saja anak bangsa Indonesia.

FX Triyas Hadi Prihantoro
warga Epsitoholik Indonesia

Thursday, May 01, 2008

Olah Raga Minimalis

dimuat di kolom Surat Pembaca Kompas Jateng 2 Mei 2008

Terbatasnya ruang publik, area bermain dan lapangan olah raga di kota besar menjadikan banyak orang berpikir praktis. Sebab kebutuhan untuk berolah raga dan menjaga kesehatan menjadikan kebutuhan bersama. Akhirnya tempat yang masih tersisa di optimalkan perannya.
Model minimalis tidak hanya dalam bentuk rumah tetapi juga sarana bermain olah raga.
Maraknya Olah raga minimalis seperti dengan bermain futsal, bola basket dengan three on three, voli dikenal dengan voli pantai. Mungkin kelak akan muncul lagi jenis oleh raga berkelompok minimalis lainnya.
Ternyata tempat dan ruang terbatas tidak membatasi orang untuk berolah raga. Semua cara dapat dilakukan asal ada niat.
Makanya orang kota harus pandai memanfaatkan area publik yang tersisa guna berolah raga, berekreasi, bersosialisasi dan berkomunikasi.
Semoga menjamurnya area bermain futsal menjadi inspirasi warga kota untuk bisa memanfaatkan lahan yang tersisa dengan sarana olah raga yang rekreatif dan komunikatif.

FX Triyas Hadi Prihntoro
SMA Pangudi Luhur Santo Yosef SUrakarta


Ironi Surat Pembaca

dimuat di harian Joglosemar 24 April 2008

Hari Rabu 9 April 2008 saya dapat SMS dari rekan EI (Epistoholik Indonesia). Sebuah harian terbitan nasional memberitakan vonis Rp 1 miliar bagi 4 penulis SP (Surat Pembaca) karena tulisannya di media massa. Ironis memang dalam ranah keterbukaan informasi dan komunikasi terjadi ketidakadilan dalam sebuah keputusan. Dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers tercantum pula kode etik Pers. Ada sebuah hak jawab mengenai sebuah pemberitaan di mana pihak yang dirugikan diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi.Padahal para penulis SP dalam menyampaikan pesan umumnya berdasarkan apa yang didengar, dilihat, dirasakan dan dialami. Sebuah pemberitaan berdasarkan kebenaran, kejujuran, lugas, apa adanya diperjuangkan melalui SP demi kemaslahatan publik. Namun saat ada tuntutan kepada penulis SP seolah-olah UU Pers terabaikan. Harapan saya sebagai salah satu dari sekian banyak penulis SP yang berjuang untuk kebenaran, penerapan UU Pers jangan hanya sebagai payung hukum bagi para wartawan. Perlu usaha advokasi bagi para penulis lepas (SP dan Opini) sebab di sinilah pembelajaran mengeluarkan pikiran dan pendapat teraktualisasi secara riil.

FX Triyas Hadi Prihantoro
warga Epistoholik Indonesia



Kontrak politik

dimuat di kolom Surat Pembaca Kompas Jateng 9 April 2008

Dalam era demokrasi secara langsung saat ini saatnya calon pemimpin melakukan kontrak politik. Sebab acapkali mereka lupa janji setelah terpilih menjadi Penguasa, meski itu berdasarkan suara rakyat.
Saat ini para calon Gubernur Jateng mengusung tema memperjuangkan kaum yang lemah, mengentaskan kemisikinan, pendidikan gratis dan pelayanan kesehatan gratis menjadi isu utama.
Oleh karena itu saatnya rakyat berani melakukan kontrak politik dengan para kandidat tersebut. Sebuah perjanjian dengan rakyat bisa menjadi alat "tagih" yang legal bila pemimpin terpilih mengingkari janji.
Kontrak politik menunjukkan kedewasaab berdemokrasi yang sesungguhnya. Kapan lagi kalau tidak dimulai dari sekarang.?

FX TRiyas Hadi Prihantoro
SMA PAngudi Luhur Santo Yosef Surakarta