Tuesday, October 18, 2016

Solidaritas Kedaulatan Pangan

OPINI, Harian Joglosemar, 19 Oktober 2016

oleh : FX Triyas Hadi Prihantoro

Peringatan hari pangan sedunia (HPS) ke-36 sebagai Hari Pangan Indonesia(HPI) dipusatkan di kabupaten Boyolali Jawa tengah ( 28-30 Oktober 2016). Diisi dengan pameran teknologi dan demonstrasi usaha tani gabungan kelompok (Dem Area) menggunakan lahan seluas 100 hektare di Kecamatan Banyudono, Desa Trayu. Sebuah refleksi ketahanan pangan bagi masyarakat.

HPS bertema Climate is Changing, Food Agriculture Must Too dan tema HPS Nasional adalah Membangun Kedaulatan Pangan Berkelanjutan mengantisipasi era perubahan iklim. Menjadikan Indonesia berdaulat dan mandiri dalam pangan. Bila mendengar, melihat masih banyaknya negara yang rakyatnya kekurangan pangan sebagai ironisasi kemajuan peradaban. Sepertim rakyat Somalia yang secara masif mengalami kelaparan, seperti tragedi kemanusian di Ethiopia era tahun 1980-an.

Tahun 2011 Bank Dunia dalam siaran persnya menyatakan bahwa hampir satu milliar manusia di dunia mengalami kelaparan, sedang FAO menyebut 1,1 miliar manusia. Ini sebagai dampak dari kenaikan harga pangan global. Lalu bagaimana dengan kondisi bangsa kita dalam antisipasi perubahan iklim. Krisis pangan selain masih banyaknya kurang gizi, yang melanda anak bangsa. Terlihat dalam polal mengkonsumi pangan sehat. Maka bentuk upaya penyelamatan dengan membangun solidaritas menjadi Indonesia berdaulat pangan. Pangan merupakan kebutuhan pokok utama manusia. Apapun akan dilakukan demi kebutuhan hajat ini. Bila sudah masuk ranah kehidupan manusia, apakah kita harus memalingkan muka tanpa bentuk solidaritas untuk tergugah saling membantu dan memberi pencerahan. Begitu pula upaya memasarkan (baca=mengenalkan) secara intens makanan lokal yang kaya akan gisi dan sehat.

Mengantisipasi Era radikalisasi perubahan iklim. Butuh antisipai guna mengurangi dampak negatif dari rawan pangan dan bergelora dalam semangat agroindustri. Kedaulatan pangan sebagai sebuah ekspektasi bangsa yang mandiri dari ketangguhan pengelolaan.

Peduli

Upaya kedaulatan pangan, pasalnya anak bangsa kurang peduli akan adanya pangan lokal yang sehat. Makanan yang biasa menjadi menu sehari hari masyarakat mulai jauh dari jamahan (ketertarikan) anak muda. Sebut saja tiwul, getuk, klepon, klenyem, cetot, grontol, nagasari, pecel, urap, gempol pleret, cenil yang biasa disebut jajanan pasar. Banyak ditemui dalam pasar tradisional masyarakat jawa. Padahal pangan yang jauh dari campuran pengawet dan harus segera habis.

Namun sayangnya pangan sehat tersebut sudah jauh dari penglihatan bahkan endusan dari anak jaman sekarang. Budanya makanan yang penuh campuran bahan pengawet yang tidak menyehatkan. Bahkan berdasarkan laporan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa anak sekolah cenderung membeli jajanan yang “beracun” di sekitar sekolah. Yang relatif murah harganya namun tidak bernutrisi, tidak sehat serta penuh dengan campuran bahan pengawet (formalin, borax), sehingga sangat rawan bagi kesehatan.

Dibutuhkan gerakan upaya penyelamatan generasi penerus dari krisi kesehatan dalam hal pangan. Tidak hanya sebuah retorika namun dibutuhkan langkah konkrit dalam bentuk solidaritas sosial dengan mengkampanyekan pangan sehat dengan kemitraan usaha agrobisnis pangan. Serta membantu, menolong dan mengasihi mereka yang masih kekurangan pangan.

Kedaulatan pangan

Membangun kesadaran masyarakat dengan melakukan kegiatan positif dalam agrobisnis dan kemitraan. Pangan yang kita butuhkan (konsumsi) adalah makanan yang memenuhi gizi sehat dan seimbang. Makan tidak asal kenyang (hanya karbohidrat) tapi diperlukan makanan lain yang mengandung protein baik nabati maupun hewani, vitamin, mineral dari sayuran dan buah-buahan.

Penyuluhan, pemberian selebaran (pamflet) dan kegiatan yang melibatkan massa tentang pentingnya pangat sehat. Seperti halnya yang sering diagendakan Pemkot Solo melalui Dinas Ketahanan Pangan dalam peringatan HPS dengan penyelenggaraan kirab Gerebeg Pangan Sehat. Momen budaya dengan Gerebeg manfaatkan oleh Pemkot Solo dan masyarakat dalam mengoptimalkan segala hasil pangan tradisional dan organik. Kolaborasi, kerjasama gerebeg sendiri merupakan budaya keraton (Grebeg Mulud, Grebeg Syawal dan Grebeg). Keluarnya gunungan baik berupa makanan (apem) maupun segala hasil bumi yang dipersembahkan sebagai wujud syukur masih dikaruniai berkah kehidupan. Termasuk sajian pangan sehat yang diusung berbagai kelompok elemen masyarakat, institusi pendidikan, dan Pemerintah.

Diharapkan dengan membiasakan bentuk peringatan dengan mengoptimalkan solidaritas masyarakat dalam bentuk kegiatan positif (kirab gerebeg). Merupakan sarana edukasi, pencerahan dan sosialisasi petingnya pangan sehat bagi kehidupan. Sebuah kampanye pentingnya mengkonsumsi makanan sehat demi produktifitas dan gairah hidup lebih lama.

Rakyat sehat maka bangsa menjadi kuat dan cerdas. Kebiasaan mengkonsumsi pangan yang jauh dari berbagai bahan kimia yang mudah menimbun bibit penyakit. Gerakan dengan kembali ke alam, dengan gerakan budaya memasyarakatkan memperdayakan bahan makanan sehat (organik) serta makanan olahan sehat hasil dari budidaya secara sehat pula (makanan tradisonal).

Kolaborasi dan kemitraan petani dalam agroindustri selalu diejawantahkan dalam kehidupan nyata. Menjadikan kekuatan pangan dan tahan akan gempuran perubahan termasuk iklim. Masyarakat sendiri sudah paham dan sadar akan pentingnya pangan sehat, maka aksi budaya sehat menjadi habitus. Kesadaran dan kemandirian sebagai kekuatan kedaulatan pangan.

Pemberdayaan solidaritas dalam budaya makanan sehat memang diperlukan kerja keras, kreatifitas, ketekunan, semangat pantang menyerah dan inovasi. Menjadikan modal untuk semakin memasyarakat dan dapat diikuti daerah lain. Dukungan Pemda, kesadaran masyarakat solidaritas petani dalam kemitraan agroindustri sebagai gerakan kedaulatan pangan. Menjadi semakin nyata makna dan manfaatnya bagi kepentingan bersama. Selamat hari Pangan.

FX Triyas Hadi Prihantoro Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta